Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang Bekas Freeport Akan Diserahkan ke Antam, Ini Pendapat Ahli Pertambangan

Kompas.com - 24/09/2020, 09:28 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah asosiasi pertambangan ikut buka suara terkait dengan penugasan yang diberikan Menteri BUMN Erick Thohir kepada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) untuk mengelola Blok Wabu, tambang emas hasil penciutan wilayah PT Freeport Indonesia (PTFI).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, eks-wilayah kontrak karya (KK) yang diciutkan atau dikembalikan ke negara dapat menjadi wilayah pencadangan negara (WPN) dan wilayah usaha pertambangan khusus (WUPK) dengan prioritas penawaran kepada BUMN.

Sehingga, ANTM selaku bagian dari holding industri pertambangan BUMN, MIND ID, memang bisa mendapat prioritas untuk mengelola Blok Wabu.

Baca juga: Erick Thohir Minta PT Antam Garap Tambang Emas Grasberg Bekas Freeport

Kendati begitu, pengelolaan tambang di Blok Wabu bukanlah tanpa kendala. Rizal bilang, beratnya medan serta belum adanya infrastruktur yang terbangun di wilayah tersebut menjadi tantangan utamanya.

"Sehingga, siapa pun yang akan masuk ke wilayah tersebut akan menghadapi kendala infrastruktur karena letaknya yang di tengah-tengah daratan Papua. Jauh dari laut yang merupakan moda transportasi termurah," kata Rizal kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9/2020).

Dengan kondisi isolasi daerah tersebut, Rizal mengingatkan, ANTM mau tidak mau harus terlebih dulu mengembangkan infrastruktur agar proyek bisa berjalan.

Rizal menyarankan pengelolaan Blok Wabu dengan sistem Roster sehingga semua proses pengolahan dapat dilakukan di daerah tersebut sampai menghasilkan bullio emas. Lalu, hasilnya baru dikirim ke pabrik pengolahan dan pemurnian logam mulia di Jakarta.

"Ini semua harus dikaji secara mendalam baik dari segi teknis, ekonomis, daya dukung lingkungan, social budaya, dan hukum agar proyek feasible untuk dikerjakan," ujar Rizal.

Kendati begitu, Rizal yakin, ANTM sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melakukan penambangan di daerah yang terisolasi.

Baca juga: Super Holding BUMN, Mimpi Rini Soemarno yang Dikubur Erick Thohir

 

Kata dia, sumber daya manusia dan tenaga ahli yang ada di Indonesia sudah mumpuni untuk menjalankan metode penambangan, pengolahan, dan pemurnian.

"Antam juga sudah memiliki pengalaman dalam mengelola tambang emas di beberapa wilayah walaupun cadangan emasnya belum sebesar yang di Blok Wabu," tutur Rizal.

Berdasarkan informasi yang didapat Perhapi, sumber daya (geological resources) emas di blok tersebut kira-kira 8 juta ounces dengan cog sekitar 1.0 g/t.

"Hal ini tentu sangat menarik untuk dikembangkan. Yang perlu dilakukan adalah melakukan studi detail untuk pengembangan proyek tersebut," kata Rizal.

Hal senada juga disampaikan oleh Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA).

Dihubungi terpisah, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno mengatakan, secara formal, mengacu pada Undang-Undang Minerba, keputusan untuk menugaskan ANTM mengelola Blok Wabu memang sudah benar. Namun, seberapa ideal pengelolaan tersebut, masih harus dilihat lebih lanjut.

"Secara hukum sudah benar. Apakah ideal? perlu dibuktikan dengan terwujudnya tambang emas di Wabu, yang memberikan kontribusi pada negara," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (23/9).

Djoko bilang, proses pengelolaan Blok Wabu oleh ANTM masih lah panjang. Sebab, melakukan operasional produksi, ANTM harus terlebih dulu melakukan eksplorasi lanjutan dalam mengkonversi sumberdaya menjadi cadangan, menentukan besaran cadangan, studi kelayakan, mengajukan amdal, serta konstruksi infrastruktur produksi.

"Masih panjang menuju rencana operasi," sebutnya.

Meski demikian, Djoko yakin, kemampuan dan pengalaman, ANTM cukup kompeten secara teknis. Selain itu, untuk modal investasi, ANTM juga bisa minta sokongan dari MIND ID selaku holding pertambangan. "Tinggal menjaga komitmen dan integrity," imbuhnya.

Asal tahu saja, Menteri BUMN Erick Thohir sudah mengirim surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait dengan pengelolaan Blok Wabu kepada Antam.

Erick menyebut, Antam sebagai perusahaan tambang emas pelat merah tidak memilik tambang baru, padahal Antam memiliki cukup banyak karyawan yang hingga menembus 1.000 orang.

"Karena itu kami mengirim surat ke Menteri ESDM (Arifin Tasrif). Dan sudah koordinasi juga dengan Kepala BPKM, agar lokasi yang sudah diterima diberikan Freeport kepada negara diprioritaskan kepada BUMN untuk masuk dalam pengelolaan emas itu," terangnya.

Dengan begitu, secara konkret Antam bukan hanya mini trading company, tetapi juga perusahaan tambang emas.

Erick bilang, sangat menyakitkan dalam posisi Antam yang tidak memiliki tambang emas baru, sementara prospek emas di Indonesia menjadi salah satu suplai yang besar dan dalam kondisi seperti ini harga emas sangat baik "Karena itu kita memberanikan diri juga masuk ke lahan eks Freeport itu," tandasnya.

Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id, untuk mencapai kesepakatan dalam mendapat kelanjutan operasi berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), PTFI mesti menaati sejumlah persyaratan. Salah satunya ialah penyiutan atau pelepasan luas wilayah kerja yang mencapai 58% dari 212.950 hektare menjadi 90.360 hektar.

Pada 2 Juli 2015, PTFI pun mengembalikan sejumlah blok tembaga dan emas ke negara. Satu di antaranya adalah Blok Wabu, yang ditaksir memiliki potensi tembaga 4,3 juta ores, dan kandungan kualitas emas yang cukup bagus dengan 2,47 gram per ton.

 

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Tambang emas eks Freeport bakal diserahkan ke Antam, begini pendapat IMA dan Perhapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com