Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
J Danang Widoyoko
Sekjen Transparansi Internasional Indonesia

Sekjen Transparansi Internasional Indonesia, Senior Expert Visi Integritas

Menyederhanakan Struktur Tarif Cukai Rokok

Kompas.com - 25/09/2020, 19:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.01/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau menerbitkan kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai rokok secara bertahap.

Jumlah tarif cukai rokok dari 12 strata, akan disederhanakan menjadi 5 strata saja pada 2021.

Sayang, baru setahun berjalan, kebijakan ini dibatalkan pada 2018. Minimnya penjelasan inilah yang memunculkan berbagai spekulasi tentang kuatnya intervensi dalam menyetir pembatalan beleid ini.

Alasan yang banyak mengemuka adalah penyederhanaan struktur tarif cukai rokok merugikan pabrikan rokok menengah dan kecil. Tapi apakah faktanya benar demikian?

Berbeda dengan alasan yang dikemukakan para penentang simplifikasi, analisis atas peta jalan penyederhanaan struktur tarif cukai sesuai PMK 146/2017 justru sebenarnya menguntungkan seluruh industri, utamanya pabrikan kecil dan menengah.

Selain itu, struktur tarif cukai yang lebih sederhana akan mengoptimalkan pengawasan dan pengendaliannya.

Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok dan Pandemi Covid-19 Bikin Penjualan HM Sampoerna Turun

Problematika struktur tarif cukai

Saat ini, pemerintah mengenakan tarif cukai rokok berdasarkan struktur tarif yang terdiri dari 10 strata.

Secara umum, pembagian golongan struktur tarif cukai dibagi ke dalam tiga jenis: sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT)/sigaret putih tangan (SPT).

Dalam golongan SKM dan SPM, terdapat 3 layer tarif berbeda sesuai jumlah produksi dan nilai harga jual eceran, sedangkan dalam golongan SKT/SPT terdapat 4 layer tarif berbeda.

Dalam SKM dan SPM, pembagian golongan diatur dengan jumlah produksi per tahun. Pabrikan yang memproduksi di atas 3 miliar batang rokok per tahun dikenakan tarif golongan 1 atau tarif paling mahal.

Pabrikan dengan produksi kurang dari 3 miliar batang per tahun, dikenakan tarif golongan 2 yang lebih murah.

Batasan jumlah produksi 3 miliar yang notabene bertujuan memisahkan pabrikan besar dan kecil pada praktiknya menjadi sumber persoalan. Pemisahan segmentasi struktur tarif dalam SKM dan SPM justru mendorong munculnya praktik penghindaran pajak.

Ada sejumlah perusahaan rokok multinasional yang membayar cukai SKM dan SPM di golongan 2 yang diperuntukkan pabrikan kecil dan menengah.

Baca juga: Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Picu Kekhawatiran Petani Tembakau

Sepanjang produksi dalam masing-masing segmen tersebut tidak melebihi 3 miliar batang per tahun, pabrik rokok raksasa yang beroperasi di banyak negara, justru bisa membayar cukai yang sama murahnya dengan pabrikan kecil dan lokal.

Rupanya pada struktur cukai saat ini, pemerintah tidak menetapkan skala besaran pabrik yang bisa menggunakan layer cukai golongan 2 dengan menghitung total produksi rokok dalam satu perusahaan/pabrikan. Yang terjadi ialah perhitungan produksi dilakukan terpisah untuk setiap jenis produk rokok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com