Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Bangsa Tanpa Pengetahuan Sejarah Akan Jadi Bangsa "Tweede Hands"

Kompas.com - 26/09/2020, 15:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ia bercerita, bahwa ditengah pelajaran berlangsung, saat sang guru mengajar, ia angkat tangan untuk bertanya.

Ia bertanya, kapan ia dapat memperoleh kesempatan untuk berbicara, karena selama ini ia hanya mendengarkan saja apa yang dikatakan oleh guru.

Berikutnya , ia pun ditegur oleh guru ketika tidak tahu nama Bapak Presiden Republik Indonesia. Ia menjawab, bahwa ia tidak tahu nama Bapak Presiden RI, ia hanya tahu nama Presiden RI, sedangkan bapaknya ia memang tidak tahu.

Ia tidak habis mengerti kenapa yang ditanya nama bapak Presiden bukan nama Presidennya.

Sontak, bapak ibunya tertawa dan menyadari bahwa mereka tidak atau belum memberikan informasi yang cukup kepada anaknya tentang perbedaan metode belajar di sekolah Amerika dan Indonesia dan juga tentang struktur bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Kedua orang tuanya pun pada akhirnya kesulitan untuk menjelaskan kepada anaknya tentang perbedaan bersekolah di Amerika dan di Indonesia.

Bagaimana menjelaskan kepada anaknya tentang mengapa ia harus menghapal tentang kapan Perang Diponegoro berlangsung misalnya, dan bukan tentang makna atau pendapatnya atau pelajaran apa yang dapat diperoleh tentang perang Diponegoro.

Kembali kepada pelajaran sejarah , realitanya saya sendiri dalam pelajaran sejarah Pangeran Diponegoro, yang saya ketahui hanyalah tentang Perang Diponegoro yang berlangsung pada tahun 1825 sampai dengan 1830. Karena itulah yang diajarkan dan di ujikan di sekolah dulu.

Metode Belajar

 

Pelajaran sejarah memang penting, namun metode belajar mengajar pun harus memperoleh perhatian yang serius. Sekali lagi, metode belajar yang satu arah dan penilaian yang cenderung hanya kepada “menghafal”, akan lebih banyak mengantar anak-anak menjadi malas dan berkreasi untuk nyontek pada saat ujian.

Beberapa waktu lalu pernah berkembang kampanye metoda belajar yang CBSA, Cara Belajar Siswa Aktif akan tetapi sampai sekarang statusnya sudah “nyaris tidak terdengar” dan implementasinya pun tidak pernah terdengar lagi.

Kesemua ini sudah sangat diketahui oleh masyarakat luas, bukan sesuatu hal yang baru, demikian pula tentang “hilang” nya mata pelajaran budi pekerti. Akan tetapi anehnya, perubahan tidak kunjung datang menjelang.

Saya menulis tentang hal ini, didorong oleh sebuah kekhawatiran yang mendalam atas pernyataan Peter Carey: “Apabila orang Indonesia tidak tahu-menahu sejarah sendiri, mereka akan menjadi bangsa tweede hand.

Pasti respon dari sebagian besar dari kita semua, meminjam istilah yang sering digunakan oleh emak-emak akan bilang “amit-amit jabang bayi”, sambil ketok bawah meja 3 X.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com