Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dongkrak Produksi Migas RI, Ini Jurus Menteri ESDM

Kompas.com - 28/09/2020, 09:03 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai sumber energi minyak dan gas (migas) di Indonesia masih menjadi barang penting dalam beberapa tahun ke depan, meski pemerintah tengah fokus menngenjot bauran energi baru terbarukan.

Namun, Arifin menyoroti produksi migas yang terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Padahal, pada saat bersamaan permintaan terus meningkat. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi ketergantungan terhadap impor dari luar negeri.

"Memang kalau dilihat dari sejarahnya, tahun 70-an bisa menghasilkan 1 juta barrel per hari (bph) dan kita menjadi anggota OPEC, tapi tahun 2000-an sumber kita sudah decline sampai sekarang hanya bisa memproduksi di atas 700.000 bph," tuturnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Bos-bos Kontraktor Hulu Migas Siap Capai Target Produksi Tahun Depan

Guna mengatasi hal tersebut lanjut Arifin, pemerintah mendorong kegiatan eksplorasi migas nasional mengingat masih banyaknya potensi yang belum digarap.

Dengan begitu diharapkan akan terjadi peningkatan cadangan sekaligus menjadi sumber pasokan utama kebutuhan energi nasional.

"Kita punya 128 cekungan (migas) yang masih ada 68 cekungan lagi belum dieksplorasi untuk mengurangi ketergantungan impor kita ke depan," ungkap Arifin.

Selain itu, optimalisasi kilang juga menjadi jalan lain dalam mengatasi keterbatasan pengelolaan migas.

Kementerian ESDM menargetkan proyek pengembangan kilang atau Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Dumai, Balikpapan, Balongan dan Cilacap dan kilang baru atau Grass Root Refenery (GRR) di Bontang dan Tuban akan tuntas pada tahun 2027.

Melihat kondisi perekonomian dan kebutuhan energi, pemerintah pun melakukan penyelarasan kebijakan agar iklim investasi migas tetap menarik bagi para investor. Salah satunya melalui kebebasan memilih skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) antara PSC bagi hasil kotor (Gross Split) atau PSC pengembalian biaya operasi (Cost Recovery).

Keputusan ini diambil setelah menerima masukan secara langsung dari para kontraktor migas. Arifin menilai kedua skema kontrak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Menurut para kontraktor migas, gross split dinilai lebih tepat diperuntukkan bagi lapangan eksisting lantaran mempermudah taksiran biaya. Gross split juga mampu menyederhanakan proses bisnis dibandingkan cost recovery.

Sementara untuk lapangan baru, investor beralasan risiko yang harus ditanggung bila menggunakan skema kontrak cost recovery lebih kecil.

"Mereka merasa risiko yang dihadapi itu akan cukup besar, mencakup masalah finansial dan sebagainya. Dan ini mereka perlu adanya security juga. Kayak orang nebaklah. Kalau tebakannya salah, dia rugi. Tapi kalau betul, dia untung. Jadi dari pertimbangan-pertimbangan itu kita buka 2 opsi (cost recovery atau gross split)," jelas Arifin.

Selain bentuk kontrak kerja sama, Pemerintah juga menerima masukan terkait perpajakan dan akses data migas. Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian ESDM bersama instansi lainnya terus berupaya mengatasi permasalahan tersebut.

"Kita harapkan persyaratan-persyaratan untuk membuka iklim investasi di migas ini bisa kita perbaiki, kita sempurnakan supaya lebih menarik bagi mereka," ucap Arifin.

Baca juga: Menteri ESDM: Kita Bergantung pada Energi Impor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com