JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta melindungi petani tembakau dan cengkih melalui kebijakan yang berpihak pada segmen padat karya, yaitu sigaret kretek tangan (SKT).
Salah satunya adalah dengan tidak menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran segmen SKT yang banyak menyerap tembakau dan cengkih. Kenaikan tarif pada SKT dapat menurunkan jumlah permintaan, sehingga berimbas pada serapan tembakau dan cengkih.
"Di dalam satu batang rokok SKT, terdapat 2 gram tembakau. Hal ini jauh lebih banyak ketimbang rokok buatan mesin," ujar Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk Mindaugas Trumpaitis dalam paparan publik beberapa waktu lalu.
Baca juga: Menyederhanakan Struktur Tarif Cukai Rokok
Ia menambahkan, satu batang rokok buatan mesin berkisar antara 0,7 gram hingga 1 gram.
Kebijakan ini dinilai penting bagi kelangsungan hidup para petani tembakau dan cengkih, yang turut terimbas akibat pandemi Covid-19, serta kenaikan tarif cukai yang signifikan pada 2020.
Hingga paruh pertama 2020, volume industri hasil tembakau mengalami penurunan hingga 15 persen. Diperkirakan, industri masih terus terimbas pandemi virus corona pada 2021.
Adapun Trumpaitis mengatakan, Sampoerna bersama pemasok tembakaunya, mendorong produksi yang berkelanjutan melalui program kemitraan yang dinamakan Sistem Produksi Terpadu yang telah berjalan sejak 2009.
Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok dan Pandemi Covid-19 Bikin Penjualan HM Sampoerna Turun
Program kemitraan ini menjangkau lebih 27.000 petani dan melalui program ini, petani mitra mendapatkan dukungan teknis, termasuk bantuan pertanian berupa mesin penyiang, serta jaminan serapan panen sesuai kualitas dan kuantitas yang disepakati.
"Rekomendasi pertama adalah untuk fokus pada perlindungan segmen SKT karena hal ini membantu keseluruhan ekosistem industri hasil tembakau, dari manufaktur hingga petani, termasuk petani tembakau dan cengkih," kata dia.