Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021 Maksimal 4,4 Persen, Lebih Rendah dari Malaysia dan Filipina

Kompas.com - 29/09/2020, 12:40 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia merevisi turun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 mendatang.

Sebelumnya, pada Juli lalu lembaga internasional tersebut memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun depan sebesar 4,8 persen. Kini, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2021 berada di kisaran 3 persen hingga 4,4 persen.

Outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara kawasan ASEAN lain.

"Indonesia dan Filipina memiliki prospek yang tidak pasti. Kedua negara dengan populasi terbesar setelah China tersebut hingga saat ini belum sukses dalam mengontrol pandemi," ujar Chief Economist for East Asia and Pacific Bank Dunia Aaditya Mattoo.

Baca juga: ADB Proyeksi Ekonomi Indonesia Minus 1 Persen pada 2020

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung jauh lebih rendah. Tahun depan, Malaysia diproyeksi tumbuh 6,3 persen dengan batas skenario bawah sebesar 4,4 persen. Filipina tahun depan diproyeksi masih bisa tumbuh 5,3 persen, dengan batas bawah 2,9 persen.

Adapun Vietnam yang dinilai sukses dalam mengontrol pandemi diperkirakan bakal tumbuh 6,8 persen tahun depan dengan batas bawah 4 persen dan Kamboja diperkirakan masih mampu mengerek perekonomian hingga 4,3 persen degan batas bawah 3 persen.

Matto pun mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Pasifik selain Filipina yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi dalam waktu dekat.

Pasalnya, hingga saat ini Indonesia dinilai belum sukses dalam menangani pandemi. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diproyeksi bakal ada di kisaran minus 1,6 persen hingga minus 2 persen.

"Indonesia masih belum menerapkan isolasi secara ketat, dan nampaknya lebih mengandalkan kebijakan-kebijakan yang lebih lembut," ujar Mattoo.

Untuk diketahui, proyeksi pertumbuhan Bank Dunia tersebut lebih rendah dibandingkan outlook pada Juli yang memperkirakan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di nol persen.

Baca juga: 8 Investasi Rendah Risiko, tetapi Cuan di Kala Resesi

Mattoo pun mengatakan, proses pemulihan perekonomian di Indonesia akan berlangsung lebih lamban jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Pasalnya, perekonomian domestik di negara-negara tersebut mulai berjalan. Meski demikian, permintaan global masih akan tertekan lantaran kawasan Asia Pasifik sangat bergantung pada aktivitas perekonomian dunia.

Bank Dunia memproyeksi, China bakal tumbuh di kisaran 2 persen tahun 2020 in. 

"Didorong oleh belanja pemerintah, ekspor yang kuat, dan kasus infeksi Covid-19 yang cenderung rendah sejak Maret, namun masih tertekan oleh kinerja konsumsi domestik yang melamban," jelas Mattoo.

Di sisi lain, untuk kawasan Asia Pasifik sisanya kinerja perekonomian diproyeksi bakal tumbuh 3,5 persen.

Baca juga: Sinyal Kuat Resesi Ekonomi Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com