Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Saham Masih Menarik Saat Resesi? Perhatikan 3 Hal Ini

Kompas.com - 30/09/2020, 15:12 WIB
Kiki Safitri,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun 2020 berada dalam kisaran minus 2,9 persen sampai dengan minus 1,1 persen.

Jika laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi selama setidaknya dua kuartalan berturut-turut, maka Indonesia dipastikan terseret ke jurang resesi.

Lalu, bagaimana dengan investasi saham dan surat berharga negara, apakah masih menarik?

Baca juga: Simak 4 Tips Investasi Saham di Tengah Ancaman Resesi

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, ada baiknya investor mencermati tiga indikator ketika akan melakukan investasi.

Hal pertama adalah pertumbuhan M1 (uang kartal plus giral) yang mencerminkan daya beli terkait dengan percepatan realisasi stimulus.

Kedua, apakah investor asing kembali masuk ke dalam Surat Berharga Negara (SBN). Ketiga, apakah terlihat indikasi penyaluran kredit.

Budi mengatakan, indikator pertama terus membaik yang ditopang oleh percepatan penyaluran dana bantuan sosial. Sementara indikator kedua naik secara gradual yang menghalangi penguatan rupiah.

“Sayangnya, indikator ketiga masih menunjukkan perlambatan. Padahal indikator ini yang paling penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menopang cuan saham,” kata Budi dalam siaran media, Rabu (30/9/2020).

Baca juga: 8 Investasi Rendah Risiko, tetapi Cuan di Kala Resesi

Budi berharap pemerintah terus memacu realisasi stimulus pos dukungan kesehatan, insentif usaha UMKM dan penjaminan kredit hingga akhir tahun.

Ini penting untuk menjaga pergerakan bursa saham yang secara statisitik setiap bulan Desember selalu hijau.

Saat ini, bursa saham kemungkinan akan bergerak turun naik pada interval tertentu (side-ways) akibat faktor eksternal. Hal ini karena investor mengantisipasi sekira ada kerusuhan dalam pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat.

Bagi investor awam yang tidak tahan volatilitas, ada baiknya untuk tetap bersikap defensif dengan berinvestasi pada reksa dana pasar uang dan SBN.

Sementara bagi investor yang ahli, memiliki cadangan dana cukup penting untuk sewaktu-waktu digunakan dengan selektif membeli saham yang valuasinya murah.

Berbeda dengan sejumlah ekonom yang memproyeksikan pemulihan ekonomi mengikuti pola huruf U, Z, L atau W, Budi meyakini berpola huruf K.

Budi bilang, investor global menyakini profil dunia paska pandemi Covid berubah drastis.

Baca juga: Milenial Bergaji Rp 4 Juta Juga Bisa Investasi, Begini Caranya

Ini terlihat pada saham sektor teknologi informasi dan layanan digital seperti Apple, Amazon, Microsoft, Nvidia, PayPal dan Netflix meroket sebagai pemenang.

Sementara saham perminyakan Exxon Oil, keuangan JP Morgan Chase dan Wells Fargo serta penerbangan Boeing terjerembab sebagai pecundang.

“Perbedaan kinerja tajam ini mirip seperti huruf K. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia dengan sejumlah keunikan,” jelas dia.

Di sisi lain, saham telekomunikasi nasional ternyata baru dianggap kuat pada digital backbone, dan belum pada layanan digital. Ketika terjadi PSBB lanjutan, lini bisnis utama yang masih ditopang percakapan suara dan pesan singkat mengalami penurunan.

Baca juga: Mahasiswa, Jangan Asal Ikut-ikutan Investasi

Saham sektor konsumsi bisa diuntungkan oleh percepatan pencairan dana bansos.

Saham perbankan diuntungkan setelah mereka menekan bunga deposito dan menempatkan kelebihan likuiditas yang tidak dapat disalurkan sebagai kredit dalam SBN sehingga kepemilikan mereka melebihi investor asing.

Sementara prospek saham CPO ditopang bila perekonomian China terus menunjukkan penguatan.

Budi menilai pelemahan rupiah saat ini berlebihan dan berharap bisa menguat hingga akhir tahun.

Arus masuk modal asing tetap diharapkan mengingat suku bunga di luar negeri saat ini terbilang terendah dalam sejarah sebagai dampak stimulus masif berbagai bank sentral.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com