Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pegawai Dirumahkan, Pengusaha Sebut Jadi Potensi Penularan Covid-19

Kompas.com - 01/10/2020, 11:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan, setidaknya ada 200.000 pegawai restoran di mal yang terpaksa dirumahkan sebagai imbas dari pengetatan PSBB Jakarta. Sebab, restoran dilarang untuk melayani makan di tempat atau dine in.

Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Restoran Emil Arifin mengatakan, dengan kondisi di mana banyaknya pegawai yang kehilangan pekerjaan, malah memperluas potensi penularan Covid-19.

Ia menjelaskan, para pegawai tersebut adalah pekerja harian di restoran, yang hanya dibayar jika masuk kerja. Sehingga, ketika mereka dirumahkan otomatis tak berpenghasilan dan akan berupaya untuk mencari pekerjaan lain guna bertahan hidup.

Baca juga: PHRI Sebut 200.000 Pegawai Restoran yang Bekerja di Mal Dirumahkan

"Maka kebanyakan dari mereka akan mencari pekerjaan kesana-kemari. Ini tidak menutup kemungkinan mereka akan tertular dalam proses pencarian pekerjaan lain," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (30/9/2020).

Kondisi tersebut, lanjutnya, malah akan menyulitkan pemerintah dalam mengendalikan penularan Covid-19 dan memperlambat berakhirnya pandemi. Alhasil, pelemahan ekonomi bisa terus berlanjut dan pemulihan menjadi sulit dilakukan.

"Sehingga akan tambah sulit juga bagi pengusaha untuk survive jika tidak ada kepastian kapan Covid-19 akan berakhir, yang pada akhirnya harus menutup restorannya," jelas dia.

Oleh sebab itu, Emil menilai, kebijakan melarang layanan dine in di seluruh restoran yang ada di Ibu Kota bukanlah keputusan yang tepat. Mengingat, sebagian besar pendapatan restoran berasal dari layanan dine in.

Jika berkaitan dengan pengendalian Covid-19, menurutnya, akan lebih tepat bila pemerintah bisa memberlakukan kebijakan larangan dine in dengan selektif.

Artinya, bagi restoran yang memang sudah menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan sesuai ketentuan, tetap boleh melayani dine in dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Sebaliknya, pelarangan dilakukan pada restoran yang abai terhadap protokol kesehatan.

"Jadi ini kurang pas, harusnya selektif, jangan dipukul rata (ke seluruh restoran)," kata dia.

Ia menjelaskan, seperti pada restoran yang ada di mal atau hotel, penerapan protokol kesehatannya disebut sudah sesuai standar, bahkan berlapis. Pertama dari pihak mal atau hotel, kemudian dilanjutkan dengan protokol di restoran itu sendiri.

Menurut Emil, penerapannya juga sudah mengacu pada protokol kenormalan baru CHS yakni Cleanliness, Health and Safety, yang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

"Jadi kita sudah ikuti semua aturan yang ada, dan kita juga sangat hati-hati karena bahaya untuk pekerja kita," imbuhnya.

Dengan kebijakan yang selektif itu maka membuka peluang kepada restoran yang disiplin protokol kesehatan untuk bisa memulihkan bisnisnya. Sehingga tak perlu lagi terjadi pengurangan pegawai.

"Jadi ini potensinya besar sekali (berimbas ke pengurangan pegawai), itu yang tolong dipikirkanlah (oleh pemerintah)," pungkas Emil.

Baca juga: Pengusaha Restoran Minta Larangan Dine In Tak Pukul Rata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com