JAKARTA, KOMPAS.com -Buruh atau pekerja menuntut kepada pemerintah karena di dalam Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan ini ada beberapa hal yang dinilai merugikan.
Seperti pekerja kontrak atau PKWT dikontrak seumur hidup, nasib outsourcing yang mendapatkan upah rendah, hak cuti, perusahaan mempekerjakan buruh secara eksploitatif dengan upah rendah, serta UMK dan UMSK yang dihapus.
Kendati telah disahkan, dapatkah pemerintah mengubah UU tersebut terutama pada klaster ketenagakerjaan?
Baca juga: Diusulkan Jokowi, Ini Perjalanan Panjang Keluarnya UU Cipta Kerja
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun menegaskan penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan telah dipertimbangkan melalui hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
"Penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Nomor 13 Tahun 2003," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).
Lalu dijelaskan, UU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja. Di samping itu, RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja/buruh pada saat berakhirnya PKWT.
Dia kembali menjelaskan bahwa syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh dalam kegiatan alih daya (outsourcing) masih tetap dipertahankan.
Bahkan UU Cipta memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya. Hal ini sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011.
Baca juga: Di UU Cipta Kerja Pegawai yang Kena PHK Dapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Apa Itu?
"Di samping itu, dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, RUU Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perizinan terhadap Perusahaan Alih Daya yang terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS)," katanya.
Mengenai ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat, lanjut Ida, tetap diatur seperti UU eksisting (UU 13/2003) dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu. Hal ini menurutnya, untuk mengakomodir tuntutan perlindungan pekerja/buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu di era ekonomi digital saat ini yang berkembang secara dinamis.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.