Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Yakin Pengesahan UU Cipta Kerja Tak Diikuti PHK Besar-besaran

Kompas.com - 07/10/2020, 11:39 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, yakin pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang tak diikuti oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meluas.

"Kami optimistis pengesahannya tidak akan diikuti oleh PHK meluas yang dapat menekan pendapatan masyarakat, merugikan konsumsi domestik, dan memperpanjang pemulihan PDB," kata Satria dalam laporannya, Rabu (7/10/2020).

Satria menyebutkan, dalam UU kontroversial itu, perlindungan untuk pekerja tetap utuh, seperti adanya pembayaran pesangon untuk PHK meski terdapat sedikit pengurangan dalam bonus apresiasi.

Baca juga: Simak Perhitungan Besaran Pesangon PHK Terbaru di UU Cipta Kerja

Kemudian, sebagian kecil dari uang kompensasi PHK akan ditanggung oleh program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sebagiannya dibiayai oleh APBN dengan rasio 1:3.

"Skema Upah Minimum Provinsi/Daerah (UMR) akan tetap diberlakukan, dengan besaran gaji yang disesuaikan setiap tahun berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi daerah," ucap Satria.

Satria juga menilai, omnibus law Cipta Kerja dapat menyederhanakan persyaratan yang berlapis dan bertentangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena adanya pengambilan keputusan ekonomi yang lebih terpusat.

Hal ini mampu menghilangkan ketidakpastian investasi yang akan membantu menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) dan mendorong pertumbuhan PDB dalam jangka panjang.

Dalam beleid, pejabat pemerintah dapat membuat keputusan strategis melalui sarana online seperti e-mail. Pejabat pemerintah harus membuat keputusan dalam waktu 10 hari setelah setiap permintaan dan dokumen pendukungnya diserahkan.

Baca juga: Pesangon PHK Jadi Hanya 25 Kali Upah di UU Cipta Kerja, Simak Perhitungannya

Di luar batas waktu tersebut, permintaan apa pun secara hukum akan dianggap telah disetujui. 

Lalu, status hukum presiden atas menteri dan pemimpin daerah sekarang meningkat. Peraturan presiden (Perpres) memiliki keunggulan di atas peraturan menteri atau peraturan provinsi.

"Pemerintah pusat atau menteri juga dapat membatalkan kebijakan dan peraturan pemda. Gubernur dapat mengesampingkan peraturan daerah yang diberlakukan oleh bupati dan wali kota, jika mereka mewakili pemerintah pusat," papar Satria.

Selanjutnya soal pembentukan badan investasi satu atap regional. Pimpinan daerah wajib mendirikan PTSP di tingkat daerah dan yang tidak memberikan layanan penanaman modal akan dikenakan sanksi administratif.

"Sanksi administratif dua kali berturut-turut akan menyebabkan menteri atau pemerintah pusat mengambil alih proses persetujuan investasi," sebut Satria.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com