Namun jika kedua sumber itu tak mencukupi, barulah dilakukan impor. Ini tertuang pada ayat (2), bahwa dalam hal sumber penyediaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, pangan dapat dipenuhi dengan Impor pangan sesuai dengan kebutuhan.
Dwi Andreas mengatakan, dengan perubahan pasal-pasal UU Pangan dalam UU Cipta Kerja tersebut, berpotensi membuat Indonesia semakin bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
"Potensi UU ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan pangan itu semakin lama semakin tergantung dari impor," imbuhnya.
Baca juga: Soal Kapal Asing di UU Cipta Kerja, KKP: Tetap Tak Boleh Beroperasi!
Menurut Dwi, perubahan dalam UU Cipta kerja sekaligus mendorong Indonesia semakin jauh dari cita-cita kedaulatan pangan. Sebab, melalui beleid baru ini sistem pangan Indonesia menjadi terintegrasi langsung dengan sistem pangan dunia.
"Konsep awal yang sudah dibangun selama masa Pak Jokowi itu kedaulatan pangan, tapi melalui UU ini sudah tentu kedaulatan pangan semakin jauh dari yang dicita-citakan," kata dia.
Adapun perubahan UU Pangan dalam UU Cipta Kerja tak hanya terjadi hanya pada pasal 1 dan 14, melainkan ketentuan impor pangan dalam UU Cipta Kerja turut tertuang dalam perubahan pasal 15 ayat (1), yang menyatakan bahwa produksi pangan dalam negeri digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan.
Padahal sebelumnya Pasal 15 Ayat (1) UU 18/2012, menyatakan bahwa pemerintah mengutamakan produksi pangan dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan.
Baca juga: Menaker Bantah UU Cipta Kerja Beri Karpet Merah ke Pekerja Asing