Omzet yang dia dapat pun tidak main-main, per bulannya ia berhasil mengantongkan omzet Rp 400 juta hingga Rp 500 juta.
Baca juga: Dari Usaha Beresin Kamar Kos, 2 Alumni UGM Ini Raup Omzet Rp 24 Juta
Dampak pandemi
Yuqa mengakui, pada saat pandemi usahanya memang sempat goyang lantaran sedikitnya pembeli. Apalagi ketika pandemi mulai muncul di awal bulan Maret, omzetnya drop hingga 50-70 persen.
Tapi setelah memasuki bulan puasa, usahanya kembali merangkak naik. "Walaupun omzet sempat drop, untungnya saya tidak harus melakukan pemecatan ke karyawan saya," ujarnya.
Pada saat yang bersamaan juga, ketika masa PSBB diterapkan di Bandung dia tidak terlalu memproduksi banyak sepatu. Justru moment itu dia gunakan untuk memperbaiki SOP usahanya dan membenahi manajemen internalnya.
Yuqa tidak memiliki toko offline sama sekali untuk menjajakan produknya. Dia hanya memanfaatkan media sosial seperti Instagram untuk mempromosikan usahanya.
Di Bandung sendiri pun, dia hanya memiliki 1 home industry khusus untuk mengelola sepatunya.
Yuqa berharap usahanya bisa berekspansi ke pasar global dan produk sepatu kulit lokal buatan Indonesia makin dikenal di mancanegara.
Baca juga: Omzet Anjlok hingga 90 Persen, Pemilik Holycow! Steakhouse Putar Otak Bertahan Ditengah Pandemi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.