Adapun, penggunaan teknologi tersebut guna meningkatkan produk dan indeks pertanaman (IP).
Sarwo mengungkapkan, pihaknya akan memanfaatkan komponen teknologi dengan sebutan "Rawa Intensif, Super dan Aktual" (RAISA).
Baca juga: Bantu Peternak Indramayu Atasi Kemarau, Kementan Bangun Embung
Arti RAISA, yakni menggunakan varietas unggul baru (VUB) potensi hasil tinggi, pengelolaan lahan, tata air mikro (TAM) pembenah tanah dan pemupukan berimbang.
Selain itu, lanjut Sarwo, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terpadu dan mekanisasi pertanian juga termasuk komponen yang akan digunakan.
"Food Estate merupakan budidaya yang multi komunitas. Jadi, para petani tidak hanya dapat menanam padi, tetapi bisa menanam komoditas lain," ujar Sarwo.
Baca juga: Garap Program Food Estate, Kementan Gandeng TNI AD
Komoditas lain tersebut antara lain, hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan, seperti tanam jeruk, pisang yang bisa di tanam pada pinggiran sawah.
Food Estate Kalteng digarap tahun ini dengan lahan 30.000 ha
Rencananya, untuk pengembangan food estate di Provinsi Kalteng akan digarap tahun 2020 dengan lahan percontohan seluas 30.000 ha.
“Rinciannya, lahan seluas 10.000 ha berada di Kabupaten Pulang Pisau, sedangkan untuk lahan seluas 20.000 ha berada di Kabupaten Kapuas,” terang Sarwo.
Baca juga: Lewat Kartu Tani, Kementan Yakin Distribusi Pupuk Subsidi Tepat Sasaran
Lahan tersebut, lanjut Sarwo, adalah lahan intensifikasi, artinya memiliki jaringan irigasi yang sudah baik dari segi irigasi primer, sekunder maupun tersier.
“Lahan intensifikasi akan kami optimalkan di tahun ini dengan lahan seluas 30.000 ha," tegas Sarwo.
Sementara itu, untuk sarana alat mesin pertanian pun disediakan dengan total mencapai 1.232 unit.
Sarana tersebut terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat dan transplanter. Selain itu, teknologi drone juga dihadirkan untuk menanam dengan sistem tabur.
Baca juga: Rehabilitasi Jaringan Irigasi, Kementan Tingkatkan Provitas Pertanian di Kutawaringin
Sarwo menjelaskan, ketersediaan sarana produksi untuk 30.000 ha pada tahun ini terdiri dari dolomit 1 ton per ha, herbisida 4 liter (l) per ha, pupuk hayati 4 l per ha, urea 200 kilogram (kg) per ha, dan Nitrogen, Phospor dan Kalium (NPK) 200 kg per ha.
Disamping itu, ketersediaan benih pun sudah tercukupi, meliputi benih padi, benih hortikultura (jeruk, kelengkeng, durian dan cabai), kelapa genjah, serta itik dan kandangnya.
"Dengan percontohan yang sudah kami buat ini, kami mendorong para petani Indonesia untuk merubah mindset. Dari pola bertani tradisional ke pola bertani secara modern, tentunya dengan menggunakan mekanisasi," tandas Sarwo.