Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Agenda Koperasi Pasca-Omnibus Law

Kompas.com - 13/10/2020, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan beberapa proyeksi di awal, sangat penting juga bagi Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi, menerbitkan regulatory sandbox. Tujuannya untuk mengidentifikasi, mendokumentasi, mengklasifikasi berbagai inovasi model yang dilakukan masyarakat. Saya meyakini dengan syarat pendirian sembilan orang ini akan mendorong juga berbagai inovasi model bisnis serta kelembagaan baru koperasi.

Di awal-awal regulatory sandbox cukup dengan Surat Edaran seperti misalnya yang dulu dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yang paling penting dari regulatory sandbox adalah sistem dokumentasi tentang apa-apa inovasi yang dilakukan koperasi. Sejauh apa relevansinya, manfaatnya, risikonya dan variabel lainnya.

Beban pengawasan mendatang akan sangat besar, bukan pada Pemerintah Daerah, namun pada Pemerintah Pusat. Hal itu dengan mengandaikan banyaknya koperasi primer nasional yang akan berdiri.

Selain regulatory sandbox, sangat penting juga memastikan para Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) memahaminya.

Sebagai contoh, sebagian Notaris di daerah tertentu meminta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi para pendiri. Hal yang sama tak pernah dilakukan bagi pendiri Perseroan Terbatas (PT). Hal itu seperti menganggap para pendiri koperasi belum akil balig sehingga perlu surat keterangan lain. Selain bias prasangka dan diskriminatif, hal itu sangat merepotkan.

Contoh lain yang saya temukan yakni Notaris yang tidak mau menerima perubahan template Anggaran Dasar (AD) pendirian koperasi. Banyak kasus di mana Notaris menolak perubahan atas persentase alokasi Sisa Hasil Usaha (SHU), misalnya. Itu sungguh konyol. Bukankah koperasi ini, perusahaan ini adalah milik anggotanya, yang tentu saja suka-suka anggota untuk mengatur pembagian labanya, bukan?

Beberapa contoh itu nampaknya remeh dan teknis. Namun akan menjadi ironi besar bila kran kemudahan yang telah dibuka lewat omnibus law, justru kemudian mandeg di meja notaris. Dalam hal ini, terkait mekanisme, prosedur, tata cara dan sejenisnya, kita harus percaya pada diktum klasik "the devil is in the details". Itulah yang harus kita kawal bersama!

Baca juga: 7 Cara Memperkuat UMKM dan Koperasi di Tengah Pandemi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com