JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan, Omnibus Law UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk menjawab tantangan terbesar yaitu mempertahankan dan menyediakan lapangan kerja di Indonesia.
Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak.
Apalagi di tengah pandemi ini, lanjut dia, ada sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19. Banyak dari pengangguran ini merupakan angkatan kerja generasi muda.
Baca juga: Menaker Ingatkan Perusahaan Tetap Terapkan K3 di Tengah Pandemi Covid-19
Hal itu dia sampaikan dalam pertemuan melalui webinar virtual dengan 34 pimpinan redaksi yang tergabung dalam Forum Pemred.
"UU Cipta kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran. Lihat angka-angkanya, lihat kondisi kita saat pandemi ini. Bantu saya menyalakan lilin, karena kita bisa," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020).
Dia juga menekankan, partisipasi publik dalam penyusunan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak pernah dipinggirkan.
Dia memastikan, kementerian yang dipimpinnya selalu melibatkan unsur pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja, kalangan pengusaha, praktisi, akademisi, dan Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO).
“Hati saya bersama mereka yang saat ini masih bekerja, dan mereka yang saat masih menganggur," katanya.
Dirinya menjelaskan, pertemuan dengan para pemangku kepentingan di klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja sudah dilakukan sebanyak 64 kali. Di antaranya 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panitia kerja (Panja), dan 6 kali rapat tim perumus dan tim sinkronisasi.
"Rumusan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam UU Cipta Kerja merupakan intisari dari hasil kajian ahli, DGD, rembug Tripartit (Pemerintah, Buruh dan Pengusaha). Saya jamin semuanya ikut membahas," jelasnya.
Ida memastikan, UU Cipta Kerja diperlukan untuk menyederhanakan dan memangkas regulasi yang menghambat penciptaan lapangan pekerjaan. Di sisi lain, UU ini juga merupakan instrumen untuk peningkatan efektifitas birokrasi dan selaras dengan semangat pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Kami mau memotong jalur perizinan yang hyper regulation. Kami mau memastikan pungutan liar bisa dihilangkan," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.