Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Misteri Keberadaan Draf Final UU Cipta Kerja

Kompas.com - 14/10/2020, 07:03 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan draf final Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) kemungkinan akan diserahkan DPR RI kepada pemerintah pada hari ini, Rabu (14/10/2020).

"Mungkin besok (Rabu) DPR akan menyerahkan itu (draf UU Cipta Kerja) kepada eksekutif. Dan InsyaAllah draf itu sudah final," kata Bahlil Lahadalia kemarin dilansir dari Antara.

Kendati demikian Bahlil Lahadalia meminta agar draf final UU Cipta Kerja (isi UU Cipta Kerja) yang terdiri atas 15 bab, 174 pasal, 11 klaster dan akumulasi dari 76 UU itu tidak disebarluaskan sebelum diserahkan secara resmi ke pemerintah.

Mantan Ketua Umum Hipmi itu menuturkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dibuat untuk memfasilitasi penyerapan tenaga kerja dalam negeri.

Baca juga: Bahlil Sebut 153 Investor Bakal Masuk ke Indonesia karena UU Cipta Kerja

Ia menyebut saat ini ada pasokan tenaga kerja eksisting yang mencapai 7 juta orang, ditambah dengan angkatan kerja per tahun tamatan SMA dan perguruan tinggi sebanyak 2,9 juta orang.

Di sisi lain kondisi Covid-19 telah membuat 3,5 juta orang yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan harus kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Tapi hitungan dari Kadin dan Hipmi itu kurang lebih sekitar 5-6 juta orang (korban PHK). Sehingga total sekarang ada sekitar 15 juta tenaga kerja. 15 juta inilah yang sekarang kita harus siapkan lapangan pekerjaan," kata Bahlil.

Pemerintah sendiri berdasarkan UU wajib menyiapkan lapangan kerja bagi ke 15 juta penduduk itu. Namun, menurut Bahlil, perlu ada terobosan menciptakan lapangan pekerjaan melalui investasi karena ke 15 juta tenaga kerja itu tidak mungkin seluruhnya terserap menjadi pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, atau TNI/Polri.

Baca juga: Pemerintah Jawab Isu Pekerja Dikontrak Seumur Hidup di UU Cipta Kerja

"Maka, harus lakukan terobosan. Terobosan ini tidak lain dan tidak bukan adalah dengan mendatangkan investasi untuk penanaman modal. Tapi penanaman modal ini jangan diartikan hanya untuk yang besar-besar saja. Perintah bapak Presiden, bahwa UMKM itu harus diurus. Tidak hanya asing tapi juga dalam negeri," ujar Bahlil Lahadalia.

Marak hoaks beredar

Sebelumnya, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menyebut penyebaran hoaks sebenarnya relatif minim terjadi jika pemerintah dan DPR terbuka soal isi UU Cipta Kerja yang sudah final.

Selama ini, publik sendiri tak bisa mengakses atau membuka isi dari isi UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR. Kondisi ini menimbulkan banyak penafsiran masyarakat yang berbeda-beda atas draf RUU Cipta Kerja yang sudah beredar luas.

"Sekarang pertanyaannya, kalau itu hoaks, tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final UU Cipta Kerja yang resmi disampaikan oleh DPR?" tegas Enny dalam keterangannya.

Baca juga: Menaker Sebut UU Cipta Kerja Cermin Solidaritas kepada Industri Kecil

Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga tidak banyak menyosialisasikan isi dari UU Cipta Kerja di masyarakat. Terlebih, pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja di DPR juga terkesan kejar tayang.

Bahkan Presiden Jokowi sendiri baru buka suara soal UU Cipta Kerja sehari setelah demo besar-besaran di berbagai daerah. Selain itu, beberapa poin penjelasan dari Presiden Jokowi juga masih dianggap simpang siur. Sebut soal skema cuti hingga aturan PHK di regulasi terbaru.

"Yang jadi paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi, gerabak-gerubuk?" kata Enny.

Lebih lanjut, kata Enny, omnibus law UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendukung iklim usaha juga bisa berpotensi mengeruk sumber daya.

Baca juga: Aturan Outsourcing, Warisan Megawati yang Diperbarui Jokowi

Kata dia, Kementerian/lembaga (K/L) yang memberikan kemudahan izin, tetapi disandingkan dengan kepentingan oligarki, akan memberikan permasalahan bagi masyarakat.

"(Memberikan) izin secara sederhana kemudian berkolaborasi dengan kepentingan oligarki, sudah selesai rakyat Indonesia. Dengan kemudahan yang seperti (sekarang) ini saja, oligarki mencengkeram habis sumber daya kita," ujar Enny.

Sebagai informasi, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Jokowi dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.

RUU Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah. Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU menjadi UU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Baca juga: Isi Lengkap RUU Cipta Kerja Bisa Diunduh di Sini

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com