Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Apakah Bisa Indonesia Maju?

Kompas.com - 19/10/2020, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mudah sekali diselesaikan karena dasar pemikiran dari penggagas Omnibus Law adalah berawal dari “untuk kepentingan rakyat”, untuk kepentingan Indonesia maju. Dengan pemikiran yang memiliki sasaran yang sama (kepentingan masyarakat dan untuk Indonesia maju), maka dengan langkah musyawarah pasti akan segera tercapai kemufakatan bersama untuk menyempurnakan Omnibus Law.

Singkat kata, bila ada kebersamaan dalam upaya menuju Indonesia maju , maka perbedaan pendapat dan penilaian berbeda akan menjadi sangat cair untuk diselesaikan.

Sangat bertentangan dengan itu, yang terjadi adalah para elit kita terbelah menjadi 2 pihak yang mempertahankan masing-masing kedudukannya yang setuju dan yang tidak setuju. Tuduh menuduh dan saling menyalahkan berkembang biak di berbagai arena media sosial dan media main stream setiap hari dan cenderung membakar emosi.

Elit negeri terbelah dengan pendiriannya masing-masing yang membuatnya jauh dari posisi kebersamaan membangun negeri. Muncul pernyataan pernyataan antara lain bahwa perbedaan pendapat adalah “biasa” di dalam negara demokrasi.

Dalam demokrasi harus ada pihak oposisi yang terus menerus harus mengkritisi pemerintah .

Dalam negara demokrasi orang bebas berbicara apa saja dan bebas berdemonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sejalan dengan pemikiran mereka, dan lain lain. Itu semua telah menjadi landasan utama pembenaran bagi pihak yang menentang Omnibus Law.

Dengan pemahaman yang seperti itu maka dengan mudah dapat dimengerti apa yang terjadi. Kebersamaan menjadi jauh panggang dari api. Caci maki, salah menyalahkan, ujaran kebencian, dan sebagainya berkembang luas, jauh dari suasana hati dengan niat untuk bersatu dalam kebersamaan dan bekerja bergandeng tangan menuju Indonesia maju.

Mungkin saja, perbedaan pendapat dikalangan elit bisa terjadi dengan biasa-biasa saja, akan tetapi tidak demikian halnya dengan para pendukung mereka yang berada di akar rumput.

Perbedaan dapat dengan mudah memunculkan sikap yang saling berhadapan satu dengan lainnya yang bahkan mudah melaju untuk diarahkan kepada kondisi yang seolah menentukan hidup atau mati.

Kemungkinan besar hal ini yang agak kurang disadari oleh sementara elit negeri yang gemar berbeda pendapat (saja) tanpa ada keinginan mencari solusi bersama memecahkan masalah.

Baca juga: Indonesia Belum Cocok Jadi Negara Maju, Ini Alasannya

Di sisi lain kelompok di akar rumput bergerak dengan cara mereka sendiri antara lain dengan melakukan demonstrasi yang mengimplementasikan perbedaan pendapat para elit di lapangan, maka situasi menjadi sulit untuk dapat dikendalikan.

Setelah terjadi demo anarkis, pembakaran, perusakan, dan berjatuhannya korban, baik dari penegak keamanan dan juga pelaku demo, sebagaimana biasa kemudian bermunculanlah pernyataan pernyataan klise yang selalu berulang sejak jaman dahulu kala tentang demo yang ditunggangi, demo yang di kendalikan pihak asing, demo yang dimanfaatkan orang lain dan sebagainya.

Hal ini sudah menjadi satu siklus standar, gagasan pemerintah muncul, kemudian ditentang habis-habisan dengan para elit yang santai saling adu argumen dan salah menyalahkan.

Sementara itu di jajaran akar rumput para pendukung elit tersebut mempersiapkan medan perang dengan demo yang anarkis. Hasilnya korban berjatuhan dan kerusakan meluas diikuti dengan tuduhan adanya campur tangan asing.

Setelah itu mulai lagi dengan beberapa perbaikan yang akan disusul dengan gagasan dan program baru yang selanjutnya ditentang lagi dan berputar lagi berulang kali. Mungkin lebih buruk dari keledai yang tidak akan masuk kedalam lubang yang sama untuk kedua kali.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com