Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Apakah Bisa Indonesia Maju?

Kompas.com - 19/10/2020, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA beberapa ramalan tentang Indonesia yang akan menempatkan diri pada posisi yang sangat tinggi pada tataran negara negara maju di permukaan bumi.

Pricewaterhouse Coopers (PwC), konsultan ekonomi internasional telah mengumumkan proyeksi pertumbuhan global jangka panjang sampai dengan tahun 2050. Pada proyeksi tersebut tertera negara Indonesia yang berpotensi menjadi Raksasa Ekonomi Terbesar ke-4 Dunia, setelah China, India dan Amerika Serikat.

Sebagai catatan pengumuman ini keluar beberapa waktu sebelum pandemic covid 19, yang tentu saja akan banyak pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi dunia. Hal yang pasti sedikit banyak akan berdampak pula pada proyeksi yang dibuat oleh PwC tersebut.

Ada beberapa lembaga dunia lainnya juga menyebutkan hal yang mirip-mirip seperti yang diutarakan PwC tersebut bahwa Indonesia akan masuk dalam kelompok negara maju.

Ramalan atau prediksi dari sebuah proyeksi yang sangat masuk akal. Negara Indonesia yang begitu luas dan kaya dengan kandungan kekayaan alam ketika mendekati tahun 2050 sudah diperkirakan penduduknya akan berjumlah lebih kurang 320 juta jiwa.

Baca juga: Tangani Covid-19, Indonesia Tetap Kejar Ambisi Jadi Negara Maju 2045

Ramalan dan prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi sebuah negara maju ke depan, banyak dilakukan oleh pihak luar negeri. Orang dari luar yang melihat Indonesia dengan sedemikian banyak potensi yang dimiliki hampir tidak ada yang bisa membuat perkiraan bahwa Indonesia akan menjadi negara gagal.

Pasti akan jauh berbeda, apabila mereka melakukan pengamatan dari dalam negeri Indonesia. Salah satu persyaratan utama bagi Indonesia yang menyimpan banyak perbedaan untuk mampu menjadi negara maju adalah faktor kebersamaan persatuan dan kesatuan, di samping tentu saja masih banyak persyaratan-persyaratan lainnya.

Dalam menyoroti faktor kebersamaan ini terkandung di dalamnya makna dari bersama-sama bekerja keras untuk memperjuangkan Indonesia menjadi makmur dan sejahtera. Masih merajalelanya korupsi, tajamnya perbedaan pendapat para elit dan hambatan birokrasi dalam banyak urusan serta disiplin masyarakat yang masih rendah, hanyalah beberapa hal saja dari sekian banyak kompleksitas hambatan yang dapat menjadi faktor penghalang kemajuan Indonesia.

Belum lagi berbicara tentang tata kelola pemerintahan yang katanya berdasar pada sistem demokrasi yang pada kenyataannya diisi dengan banyak kegiatan demonstrasi yang tidak kunjung padam. Hal itu memunculkan pertanyaan “kapan kerja”-nya, dan juga “kapan bersama”-nya ?

Sangat menarik untuk disimak apa yang tengah terjadi sekarang ini dengan hot issue Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja. Gagasan dari sebuah ide terobosan yang ingin dilakukan oleh pemerintah untuk menembus berbagai rintangan yang selama ini dinilai sangat menghambat gerak kemajuan Indonesia.

Sebagaimana layaknya sebuah gagasan yang dimunculkan oleh pihak manapun, maka sudah dapat dipastikan akan banyak masih mengandung kekurangan dan bahkan kesalahan kesalahan dari formula yang disusun tersebut.

Logikanya dari pihak yang lebih ahli dalam bidang tertentu dan mampu melihat kesalahan atau kekurangan dari gagasan tersebut seyogyanya datang bergabung dan menyodorkan saran perbaikan agar ide tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.

Dapat dimaklumi munculnya kelompok orang-orang pandai cerdik cendikia, akademisi dengan berbagai gelar, singkatnya kelompok elit negeri mengemukakan tentang banyak hal yang “salah” dan atau “keliru” dalam konsep Omnibus Law tersebut.

Pihak ini mengatasnamakan kepentingan rakyat dengan mengulas secara detil dan teknis akademis tentang kesalahan dan kekeliruan dari Omnibus Law , dan terkadang dengan nada yang “menyerang”.

Sampai di sini, apabila memang benar mereka mendasari argumen-argumennya atas nama kepentingan rakyat Indonesia, maka seharusnya masalah ini dapat dengan mudah diselesaikan.

Baca juga: Jokowi: 25 Tahun Lagi, Kita Harus Jadikan Indonesia Negara Maju

Mudah sekali diselesaikan karena dasar pemikiran dari penggagas Omnibus Law adalah berawal dari “untuk kepentingan rakyat”, untuk kepentingan Indonesia maju. Dengan pemikiran yang memiliki sasaran yang sama (kepentingan masyarakat dan untuk Indonesia maju), maka dengan langkah musyawarah pasti akan segera tercapai kemufakatan bersama untuk menyempurnakan Omnibus Law.

Singkat kata, bila ada kebersamaan dalam upaya menuju Indonesia maju , maka perbedaan pendapat dan penilaian berbeda akan menjadi sangat cair untuk diselesaikan.

Sangat bertentangan dengan itu, yang terjadi adalah para elit kita terbelah menjadi 2 pihak yang mempertahankan masing-masing kedudukannya yang setuju dan yang tidak setuju. Tuduh menuduh dan saling menyalahkan berkembang biak di berbagai arena media sosial dan media main stream setiap hari dan cenderung membakar emosi.

Elit negeri terbelah dengan pendiriannya masing-masing yang membuatnya jauh dari posisi kebersamaan membangun negeri. Muncul pernyataan pernyataan antara lain bahwa perbedaan pendapat adalah “biasa” di dalam negara demokrasi.

Dalam demokrasi harus ada pihak oposisi yang terus menerus harus mengkritisi pemerintah .

Dalam negara demokrasi orang bebas berbicara apa saja dan bebas berdemonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sejalan dengan pemikiran mereka, dan lain lain. Itu semua telah menjadi landasan utama pembenaran bagi pihak yang menentang Omnibus Law.

Dengan pemahaman yang seperti itu maka dengan mudah dapat dimengerti apa yang terjadi. Kebersamaan menjadi jauh panggang dari api. Caci maki, salah menyalahkan, ujaran kebencian, dan sebagainya berkembang luas, jauh dari suasana hati dengan niat untuk bersatu dalam kebersamaan dan bekerja bergandeng tangan menuju Indonesia maju.

Mungkin saja, perbedaan pendapat dikalangan elit bisa terjadi dengan biasa-biasa saja, akan tetapi tidak demikian halnya dengan para pendukung mereka yang berada di akar rumput.

Perbedaan dapat dengan mudah memunculkan sikap yang saling berhadapan satu dengan lainnya yang bahkan mudah melaju untuk diarahkan kepada kondisi yang seolah menentukan hidup atau mati.

Kemungkinan besar hal ini yang agak kurang disadari oleh sementara elit negeri yang gemar berbeda pendapat (saja) tanpa ada keinginan mencari solusi bersama memecahkan masalah.

Baca juga: Indonesia Belum Cocok Jadi Negara Maju, Ini Alasannya

Di sisi lain kelompok di akar rumput bergerak dengan cara mereka sendiri antara lain dengan melakukan demonstrasi yang mengimplementasikan perbedaan pendapat para elit di lapangan, maka situasi menjadi sulit untuk dapat dikendalikan.

Setelah terjadi demo anarkis, pembakaran, perusakan, dan berjatuhannya korban, baik dari penegak keamanan dan juga pelaku demo, sebagaimana biasa kemudian bermunculanlah pernyataan pernyataan klise yang selalu berulang sejak jaman dahulu kala tentang demo yang ditunggangi, demo yang di kendalikan pihak asing, demo yang dimanfaatkan orang lain dan sebagainya.

Hal ini sudah menjadi satu siklus standar, gagasan pemerintah muncul, kemudian ditentang habis-habisan dengan para elit yang santai saling adu argumen dan salah menyalahkan.

Sementara itu di jajaran akar rumput para pendukung elit tersebut mempersiapkan medan perang dengan demo yang anarkis. Hasilnya korban berjatuhan dan kerusakan meluas diikuti dengan tuduhan adanya campur tangan asing.

Setelah itu mulai lagi dengan beberapa perbaikan yang akan disusul dengan gagasan dan program baru yang selanjutnya ditentang lagi dan berputar lagi berulang kali. Mungkin lebih buruk dari keledai yang tidak akan masuk kedalam lubang yang sama untuk kedua kali.

Nah, bila ini yang terjadi maka Indonesia maju tidak akan pernah terwujud sampai kapanpun.

Para elit negeri yang katanya ber Ketuhanan Yang Maha Esa, sangat diharapkan untuk mampu bersikap yang berorientasi kepada Peri Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Para elit negeri ini sangat diharapkan bersatu padu mewujudkan Persatuan Indonesia agar dapat bekerja sama membangun negeri.

Para elit negeri sangat didambakan untuk mampu dan selalu bersedia memikirkan nasib rakyat terutama di akar rumput dengan melakukan Musyawarah untuk Mufakat dalam menghadapi banyak perbedaan pada dinamika pengelolaan pemerintahan.

Pemerintah Indonesia saat ini tengah bekerja keras untuk mengantar negeri menuju Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada. Dengan itu semua , maka Insya Allah banyak ramalan tentang Indonesia Maju akan dapat terwujud jauh lebih cepat dari tahun 2045, seratus tahun Indonesia Merdeka. Semoga saja.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com