Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hitungan Versi Pengusaha, Upah Minimum Tahun Depan Tidak Naik

Kompas.com - 19/10/2020, 09:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengusaha meminta agar pemerintah tidak menaikan upah minimum, baik kabupaten/kota (UMK) ataupu upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan. Alasannya, kondisi ekonomi saat ini masih sulit karena terdampak pandemi Covid-19.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan jika perhitungan UMK didasarkan pada aturan yang masih berlaku yakni PP Nomor 78 Tahun 2015, maka sebenarnya tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021. 

"Kalau menggunakan rumusan UMP dan UMK masih pakai PP Nomor 78 Tahun 2015 itu kelihatannya tidak ada kenaikan. Sesuai rumusnya, kenaikannya nol persen," kata Sarman dikonfirmasi Kompas.com, Senin (19/10/2020).

Dijelaskan Sarman, dalam regulasi perhitungan kenaikan upah minimum tahun berikutnya yakni didasarkan pada upah minimum tahun berjalan dikalikan dengan inflasi plus pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Penjelasan Menaker Soal Pegawai Kontrak Seumur Hidup di UU Cipta Kerja

"Nah sekarang kalau pakai hitungan itu, sekarang pertumbuhan ekonomi dalam setahun bisa saja diperkirakan nol persen atau mungkin minus. Lalu kemudian tahun ini mengalami deflasi, bukan inflasi," ujar Sarman.

"Artinya kalau pakai perhitungan PP Nomor 78 Tahun 2015, maka tidak perlu ada kenaikan UMP dan UMK," imbuh Sarman yang juga menjabat Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta ini.

Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mempertimbangkan usulan agar upah minimum provinsi (UMP) 2021 sama seperti tahun 2020. Hal ini sesuai dengan keputusan Dewan Pengupahan Nasional.

Menaker pertimbangkan upah minimum tak naik

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah, mengungkapkan masukan besaran UMP tahun depan tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kemampuan pengusaha dalam membayar upah pekerjanya di masa pandemi.

Baca juga: Ini Keuntungan Jadi Karyawan Kontrak di UU Cipta Kerja

"Karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78 atau mengikuti UU baru ini pasti akan banyak sekali perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum provinsi," kata Ida dikutip dari Kontan.

Meski begitu, Ida memastikan pihaknya akan memberikan perkembangan terbaru dan tetap mendengarkan masukan dari Dewan Pengupahan Nasional.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan kalau penetapan UMP tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Namun lantaran adanya kontraksi ekonomi di masa pendemi Covid-19, pemerintah dirasa perlu membuat kebijakan yang meringankan dunia usaha. Ini karena, penetapan upah minimum saat ini dirasa sulit dilakukan dengan formula saat kondisi normal.

Baca juga: Menaker: UU Cipta Kerja Bergigi Kuat, Tidak Ompong

Sebagai informasi, dalam PP 78 Tahun 2019, perhitungan penetapan UMP juga dilakukan peninjauan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Akibat dari pandemi covid-19 ini, pee kita minus, saya kira tidak memungkinkan bagi kita menetapkan secara normal sebagaimana peraturan pemerintah maupun sebagaimana peraturan perundangan-undangan," jelas Ida.

Ia menyampaikan, formula penetapan UMP setelah terbitnya UU Cipta Kerja akan diatur lebih lanjut dalam aturan turunan. Soal UMP yang sama dengan tahun ini juga sifatnya masih bersifat usulan.

"Kami sudah melaporkan kepada pak presiden, pembahas peraturan pemerintah ini, kami akan menyertakan stakeholder ketenagakerjaan, dalam hal ini serikat pekerja dan serikat buruh dan teman-teman pengusaha yang diwakili Apindo, Kadin dalam forum tripartit nasional," jelas Ida.

Baca juga: UMP 2021 Diusulkan Tidak Naik atau Sama Seperti Tahun Ini

Pengusaha setuju UMP tak naik di 2021

Sementara itu, para pengusaha sepakat dengan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional yang mengusulkan agar upah minimum provinsi (UMP) 2021 sama seperti tahun 2020.

"Ya betul kami setuju (dengan rekomendasi Dewan Pengupahan)," ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani.

Menurut Shinta, hal tersebut mempertimbangkan kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan dari sisi arus kas akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, pengusaha pun mengalami kesulitan untuk bisa mempertahankan usahanya.

"Malah ada banyak sektor yang sudah merumahkan karyawannya. Sementara pemulihan ekonomi butuh waktu dan kondisi pengetatan PSBB tentunya tidak membantu," lanjut Shinta.

Shinta tak menampik bila nantinya formula penghitungan UMP tahun 2021 mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, maka pengusaha akan kesulitan untuk membayar upah tersebut.

Baca juga: Nasib Karyawan Outsourcing di UU Cipta Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sambil Makan Durian, Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat

Sambil Makan Durian, Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat

Whats New
Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Whats New
Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com