Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulsa dan Air Galon Masuk KHL, KSPI: Sekadar Basa-basi...

Kompas.com - 20/10/2020, 07:38 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, adanya penambahan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) saat ini yang telah diusulkan Dewan Pengupahan Nasional kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dinilai belum meringankan beban buruh atau pekerja.

"Jadi penambahan item KHL tersebut tidak akan meringankan buruh dan sekadar basa-basi saja," katanya kepada Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

Sebab, menurut dia, lima tahun yang lalu, usulan buruh yang tergabung dalam serikat pekerja ini mengajukan 84 komponen KHL. Sementara itu, yang bertambah saat ini dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 sebanyak 64 jenis komponen, dari 60 komponen sebelumnya pada 2012.

"Usulan buruh dari awal adalah KHL berjumlah 84 item sesuai hasil survei KSPI dan Asian Wages Council sejak 5 tahun lalu. Penambahan empat item baru KHL tidak membuat buruh bisa meningkatkan daya belinya," jelas dia.

Baca juga: Hitungan Versi Pengusaha, Upah Minimum Tahun Depan Tidak Naik

Oleh karena itu, pihaknya bersikeras mengusulkan kenaikan upah minimum menjadi 8 persen pada 2021.

"Itulah sebabnya buruh tetap meminta UMK, UMSK, dan UMP 2021 harus tetap naik agar konsumsi tidak makin anjlok dan pertumbuhan ekonomi makin dalam resesinya," ujarnya.

Sementara itu Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, penambahan komponen kebutuhan hidup layak harusnya sejalan dengan kenaikan upah minimum.

Namun, menurut dia, upah minimum tersebut tidak mesti sebesar 8 persen karena mempertimbangkan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi minus selama pandemi Covid-19.

"Memang sudah ada desas-desus atau rumor tidak ada kenaikan upah minimum dari kalangan pengusaha. Kalau dilihat dari ketentuan inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu memang minus sekarang. Saya kira sekarang serikat buruh harus realistis tidak harus meminta sampai 8 persen kenaikan upah minimum," ujarnya.

"Tapi, saya kira bisalah naik, karena komponen juga naik dari 60 jadi 64. Kan itu agak kontradiksi komponennya naik, tapi upahnya tidak," sambung Elly.

Elly meminta agar para industri manufaktur yang masih bertahan di masa pandemi tetap mempertimbangkan untuk menaikkan upah minimum buruh atau pekerjanya.

Baca juga: Ini Alasan Kemnaker Tambah Komponen KHL Pekerja

Sementara itu, bagi perusahaan yang tak mampu bertahan lama di masa pandemi disarankan melakukan dialog kepada perwakilan serikat pekerjanya.

"Karena, pada saat ini pun kita mesti bersyukur, buruh-buruh masih bekerja, ketimbang menuntut yang tidak masuk akal di masa pandemi ini. Kalau misalkan perusahaan-perusahaan mampu, lakukanlah kenaikan. Bagi perusahaan tidak mampu, berbicaralah dengan perwakilan di sana. Itu kan ada ketentuan pembayaran upah minimum bisa dicicil atau ditangguhkan hingga tahun depan," anjur dia.

Pemerintah melalui Kemenaker telah menetapkan komponen kebutuhan hidup layak bagi buruh atau pekerja bertambah. Penambahan komponen tersebut meliputi uang pulsa atau paket data sebesar 2 gigabyte atau setara Rp 50.000 setiap bulan, mendapatkan kebutuhan air galon sebanyak 3 tabung tiap bulan, serta jaminan sosial sebesar 2 persen dari total pengeluaran.

Hal ini diatur di Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 sebagai pengganti dari Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Kebutuhan Hidup Layak. Regulasi KHL ini akan menjadi pertimbangan pemerintah pusat maupun daerah dalam menetapkan kenaikan upah minimum untuk tahun 2021.

Baca juga: Paket Pulsa dan Air Galon Masuk Komponen Hidup Layak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com