Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moody's Sambut Baik Megamerger Bank Syariah BUMN, Ini Alasannya

Kompas.com - 21/10/2020, 10:02 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Moody's Investors Service turut berkomentar mengenai merger bank-bank syariah di Indonesia. Menurutnya, merger bank syariah akan berdampak positif.

Penandatanganan Conditional Merger Aggreement (CMA) yang telah dilakukan antara ketiga bank, yakni BRI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah, akan menjadikannya bank syariah terbesar di Indonesia.

"Ini akan menjadi kredit positif bagi perbankan syariah di Indonesia, karena akan menciptakan entitas syariah dengan skala yang lebih besar sehingga mendorong efisiensi dan daya saing secara keseluruhan," tulis Moody's Investors Service dalam laporannya, Rabu (21/10/2020).

Baca juga: Merger, BRI Syariah Pastikan Pelayanan ke Nasabah Tak Terganggu

Moody's memperkirakan, aset dari hasil penggabungan ketiga bank syariah BUMN itu bakal menyumbang sekitar 2 persen dari dari total aset perbankan di Indonesia. Dari sisi bank syariah, aset bakal menyumbang sekitar 40 persen dari aset perbankan per 30 Juni 2020.

Merger yang rencananya selesai pada Februari 2021 ini bakal membuat bank hasil megamerger terbesar ketujuh di Indonesia berdasarkan nilai asetnya.

"Selain skala ekonomi yang lebih besar, jaringan yang diperbesar akan membantu meningkatkan perbankan syariah dan memacu permintaan lebih lanjut untuk produk keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah," sebut Moody's.

Selain itu, lembaga pemeringkat internasional ini menyebutkan, entitas yang menerima penggabungan (surviving entity), dalam hal ini BRISyariah, lebih leluasa mendiversifikasikan bauran pembiayaan dan sumber pendanaannya untuk manajemen risiko perbankan.

Karena modalnya diperbesar, bank bisa berkembang ke arah korporasi yang lebih besar, yang umumnya memiliki risiko lebih rendah ketimbang dengan perusahaan kecil.

"Bank akan memiliki peluang lebih besar untuk mengakses pasar sukuk global," sebut Moody's.

Moody's tak memungkiri bahwa perbankan syariah di Indonesia masih jauh dibandingkan negara lain meski memiliki populasi mayoritas muslim yang besar. Peringkatnya masih jauh di bawah Bangladesh, Brunei, dan Malaysia.

Baca juga: Ini Proses yang Harus Ditempuh Sebelum Merger Bank Syariah BUMN

Aset sektor ini tercatat hanya menyumbang 6 persen dari total aset perbankan pada 31 Juli 2020. Hal ini membuktikan penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih rendah karena banknya kecil-kecil.

"Oleh karena itu, bank syariah kurang menguntungkan dibanding bank konvensional, karena tak hemat biaya dan lebih bergantung pada deposito berjangka yang lebih mahal dari segi pendanaan," paparnya.

Sebagai informasi, bank syariah badan usaha milik negara (BUMN) melangsungkan megamerger (penggabungan) menjadi satu entitas bank.

Legal merger bakal terjadi pada Februari 2021. Adapun prosesnya sudah berlangsung saat ini. Ketiga bank telah menyepakati penggabungan dan telah menandatangani suatu perjanjian penggabungan bersyarat pada Senin (12/10/2020).

BRIS bakal menjadi bank survivor. Seusai menandatangani conditional merger agreement (CMA) pada Selasa (13/10/2020), bank syariah ini bakal mengurus perizinan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ke pasar modal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com