Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 3 Masalah Utama yang Harus Diselesaikan agar UMKM Bisa Naik Kelas

Kompas.com - 23/10/2020, 13:07 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 jangan sampai membuat pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terpuruk.  UMKM harus bisa bertahan di tengah situasi yang tidak pasti, sambil mencoba lambat laun untuk bisa naik kelas.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Ina Primiana mengatakan, setidaknya ada 3 masalah yang harus diselesaikan agar UMKM bisa naik kelas, yakni minimnya pusat data (database), kemampuan bersinergi, dan keterkaitan (linkage) yang menyulitkan UMKM di Tanah Air untuk bangkit dan naik kelas di tengah krisis akibat pandemi.

"Jika ada database akan mudah melihat mana saja pelaku UMKM yang sudah naik kelas, jalan di tempat, dan sudah dibantu. Semua info ada di sana dan bisa diakses secara terbuka. Pada akhirnya ini bisa digunakan sebagai alat membantu UMKM sesuai sektor masing-masing," ujarnya mengutip siaran persnya, Jumat (23/10/2020).

Baca juga: Apa Benar Pendaftaran BLT UMKM Rp 2,4 Juta Bisa Secara Online?

Menurut dia, seharusnya ada data komprehensif untuk bisa dibaca siapapun baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota.

Lalu masalah yang kedua adalah seluruh pemangku kepentingan harus mampu bersinergi lebih kuat dalam membantu UMKM. Sinergi dibutuhkan karena saat ini ada puluhan instansi negara dan daerah yang memiliki kewenangan mengurus UMKM.

Ina berpendapat, banyaknya instansi yang terlibat dalam pengembangan UMKM harus diimbangi dengan kejelasan pembagian tugas di antara mereka.

Pembagian peran tersebut bisa meminimalisir potensi terjadinya tumpang tindih program dan penyaluran bantuan kepada pelaku UMKM.

Sinergi antar instansi juga dipercaya menjadi pintu masuk untuk mengembangkan kualitas produk UMKM Indonesia. Menurut Ina, percuma jika digitalisasi sudah dilakukan pelaku UMKM tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya kualitas produk mereka.

“Kalau produknya tidak berdaya saing dan tidak disukai kan pada akhirnya tidak terpakai juga. Jadi pembinaan itu harus betul-betul dilakukan agar UMKM ini naik kelas," ucapnya.

"Harus dideklarasikan bagaimana caranya agar mereka naik kelas? Perlu dilihat juga produk-produk yang dijual UMKM ini buatan dalam negeri atau impor? Jadi ketika ada bantuan, mungkin bisa dibedakan insentif untuk UMKM yang produktif dengan UMKM yang hanya menjual barang-barang impor,” tambah dia.

Baca juga: Menkop Sebut UMKM Pangan Perlu Korporatisasi

Masalah ketiga yang harus diselesaikan adalah minimnya keterkaitan (linkage) antara UMKM dan pemerintah atau pelaku industri besar.

Eks Komisaris Utama PT Pegadaian (Persero) ini menyebut, pembangunan jaringan atau link antara UMKM dan pemerintah serta pelaku usaha besar harus dilakukan untuk membantu penyerapan produk pelaku usaha kecil dan mikro.

“UMKM sekarang sulit menjual barang karena orang-orang menahan beli barang, dan daya beli masyarakat turun. Karena itu, sekarang bisa menjadi momentum untuk mengupayakan agar produk UMKM dibantu link-nya oleh pemerintah. Linkage (UMKM dan industri besar) ini masih kecil di Indonesia, baru sekitar 6 persen. Sementara di Malaysia saja sudah 40 persen,” katanya.

Di sisi lain, Ina juga menyoroti masih besarnya pekerjaan rumah Indonesia agar bisa mendorong pelaku UMKM yang mayoritas di sektor informal agar menjadi formal. Dia bilang, formalisasi usaha ini dipercaya bisa memberikan kepastian hukum, pendanaan, perluasan pasar, dan peningkatan kualitas produk UMKM.

Baca juga: Mau Daftar BLT UMKM Gelombang 2? Ini Data yang Harus Dibawa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com