JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian ESDM melaporkan adanya kenaikan rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) menjadi 42 dollar AS atau setara Rp 617.400 (asumsi kurs Ro 14.700 per dollar AS) per barrel hingga bulan September 2020 dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) sebesar 38 dollar AS per brarel.
Realisasi tersebut berdampak positif bagi penerimaan negara yang mencapai 6,99 miliar dollar AS (Rp 102 triliun) atau 119 persen melebihi target APBN-P sebesar 5,86 miliar dollar AS (Rp 86 triliun).
“Rata-rata ICP pada APBN-P sendiri ditetapkan 38 dollar AS per barrel,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (26/10/2020).
Baca juga: Tahun Depan, Harga Minyak Diprediksi Belum Akan Tumbuh Signifikan
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, munculnya gelombang ke-2 Covid-19 akan menyebabkan rata-rata ICP per tahun sebesar 40 dollar AS per barrel, sehingga outlook penerimaan negara dari sektor hulu migas di akhir 2020 akan mencapai 7,21 miliar dollar AS (Rp 105 triliun).
Sementara itu untuk pengendalian cost recovery, sampai dengan September 2020,realisasinya mencapai 5,97 miliar dollar AS dari target sebesar 8,12 miliar dollar AS atau sekitar 73,5 persen.
Sementara itu, realisasi investasi di kuartal III sendiri ditopang Pertamina E&P, CPI, Pertamina Hulu Mahakam, BP Berau dan Eni East Sepinggan. Pencapaian tersebut memberikan dampak besar bagi perekonomian negara.
"Saat kondisi sulit seperti ini, tentunya Negara membutuhkan adanya perputaran ekonomi, kami yakin investasi hulu migas akan menciptakan multiplier effect bagi ekonomi Indonesia sehingga dapat memulihkan perekonomian," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (23/10/2020).
Kendati begitu, Dwi mengakui pandemi Covid-19 memiliki imbas pada pengelolaan sektor hulu migas.
"Akibat munculnya gelombang kedua pandemi Covid-19, kondisi permintaan minyak dunia masih belum stabil. Itu akan berdampak kepada gerakan harga minyak dunia," katanya.
Menurut dia, Covid memberikan dampak pada penundaan beberapa proyek, pengurangan investasi. Dengan harga jual yang turun, maka turut memengaruhi cashflow , dana akan lebih difokuskan pada Wilayah Kerja (WK) Migas yang produktif. Secara global, diperkirakan penurunan investasi di sektor migas sekitar 30 persen.
Baca juga: Kepala SKK Migas Sebut Cadangan Minyak Cukup untuk 15 Tahun
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.