Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Selamat Datang Jurassic Park di Pulau Rinca

Kompas.com - 31/10/2020, 16:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk meningkatkan potensi wisata komodo di Pulau Rinca memperoleh banyak tanggapan yang pada umumnya sangat menyayangkan dan sekaligus berharap agar Pulau Rinca dibiarkan saja seperti aslinya.

Tidak begitu jelas apa sebenarnya yang menjadi topik polemik, karena rencana pemerintah pasti bermaksud baik untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung.

Terlepas dari polemik yang tengah berlangsung itu, saya sendiri untuk pertama kalinya mengetahui tentang komodo pada tahun 1950-an.

 

Baca juga: Mengenal Proyek Jurassic Park di TN Komodo yang Jadi Polemik

Saya mendengar cerita dari ayah saya yang pada tahun 1954 di bulan Januari mengikuti rombongan Mr Muhammad Yamin sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dalam Kabinet Ali-Arifin (Kabinet Alisastroamidjojo yang pertama).

Laporan perjalanan itu telah dituangkan dalam sebuah buku berjudul “Dari Pulau Bunga ke Pulau Dewa”. Terdapat cerita sedikit tentang komodo dalam buku tersebut yang saya kutip berikut ini.

"Kami kini berada di atas Pulau Komodo yang terletak di Selat Sape, di sebelah timur Pulau Sumbawa. Mengenai pulau kecil itu sendiri, yang luasnya tidak lebih dari 478 hektar tidaklah banyak yang diceritakan.

Tetapi Komodo terkenal ke mana-mana, karena di sana terdapat binatang yang rupanya seperti kadal dan besarnya seperti buaya, tetapi yang tidak termasuk dalam jenis buaya, meskipun oleh penduduk pulau Bunga dan Pulau Sumbawa ia dinamakan buaya darat dan dapat hidup selain di darat, juga di air.

Baca juga: Setelah Viral Foto Komodo Hadang Truk, Jalur Pembangunan Jurassic Park Bakal Diamankan

Binatang ini, yang bentuknya menyerupai cecak, dalam bahasa latin disebut Varanus komodensis dan di seluruh dunia hanya hidup di pulau Komodo, Pulau Rinca yang terletak di sebelah timurnya dan di pulau Bunga Barat. Binatang ini merupakan sisa-sisa dari binatang binatang yang hidup di zaman purbakala.

Sejak tahun 1913 Varanus Komodensis dimasukkan dalam margasatwa yang dilindungi (cagar alam), tegasnya melakukan perburuan padanya dilarang.

Adanya Varanus komodensis di Pulau Komodo, diketahui sesudah keluar karangan konservator museum zoologis P.A Ouwens, yang bernama Tentang Varanus raksasa jenis dari pulau Komodo dalam tahun 1912, sebagai hasil dari penyelidikannya terhadap binatang itu, yang dikirimkan oleh seorang pemburu yang bernama Aldegon kepadanya.

 

Sesudah itu berbagai ekspedisi diadakan oleh para sarjana, di antaranya yang dipimpim oleh sarjana Amerika Douglas Burden dalam tahun 1926 dan ekspedisi yang dipimpin oleh sarjana Belanda Dr Jansen dalam tahun 1927.

Lain dari pada itu bekas Direktur Kebun Binatang Surabaya W Hompes pernah tinggal selama 3 bulan di Pulau Komodo untuk melakukan penyelidikan pada binatang ini.

Dalam beberapa hal isi laporan para sarjana di atas berbeda-beda, diantaranya dalam cara bagaimana Varanus komodensis mendapatkan makanannya, tegasnya apakah dia hidup hanya dari bangkai bangkai binatang yang ditemukannya, ataukah untuk dapat makanan itu ia harus mengalahkan binatang lain, yang akan dijadikan mangsa.

Baca juga: Bandara Komodo Bukan Dijual, Tapi Dikelola Swasta Selama 25 Tahun

Dari laporan Douglas Burden tidak dapat keterangan yang jelas mengenai soal ini, tetapi laporan Dr Jansen menyatakan bahwa Varanus komodensis melakukan serangan lebih dulu pada binatang yang akan dimakannya itu.

W Hompes menerangkan, bahwa selama 3 bulan ia ada di tengah-tengah kehidupan Varanus Komodensis di Pulau Komodo, ia tidak pernah melihat binatang itu makan binatang yang masih hidup dengan melakukan serangan terlebih dahulu pada binatang yang akan dijadikan mangsa.

Dengan binatang-binatang lain, misalnya dengan babi hutan atau rusa, Varanus komodensis dikatakannya kelihatan senantiasa rukun hidupnya dan malah acapkali berjalan bersama-sama.

Paling akhir ada laporan dari kepala jawatan perlindungan alam dan perburuan Dr A Hoogerwerf, yang telah mengadakan ekspedisi ke pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya dengan membuat film dokumenternya sekali, dari awal bulan Mei hingga akhir bulan Juli 1953.

Baca juga: Dicolek Wishnutama, Menhub Percepat Status Internasional Bandara Komodo

Menurut Dr A Hoogewerf dalam laporannya, Varanus Komodensis disamping makan bangkai binatang yang di tinggalkannya, juga binatang binatang yang masih hidup. Dikatakannya, bahwa ia sendiri telah menyaksikan bagaimana binatang itu dalam waktu dua puluh menit telah menelan seekor kera yang masih hidup.

Lebih lanjut dapat diterangkan, bahwa binatang itu sangat lambat besarnya. Lidahnya panjang, berwarna merah dan pada ujungnya bercabang dua.

Umurnya panjang, diduga sampai 100 tahun. Hidupnya di tempat yang berbatu batu. Gersang dan kurang air.

 

Ia bersarang di lubang-lubang dan yang aneh ialah, di musim panas ia gemuk dan di musim hujan kurus. Menurut dugaan yang menjadi sebab ialah karena di musim panas ia banyak mendapat makanan berupa bangkai binatang yang mati kelaparan, sedangkan di musim hujan ia hanya makan ikan-ikan laut.

Varanus komodensis, sebagai telah diterangkan , terdapat juga di Pulau Rinca, yang letaknya di sebelah timur Pulau Komodo, dan di Pulau Bunga Barat tetapi jumlahnya tidak sebanyak di Pulau Komodo."

Itu adalah kutipan buku “Dari Pulau Bunga ke Pulau Dewa” tentang Komodo, tulisan Abdul Hakim terbitan PT Pembangunan Jakarta tahun 1961.

Semoga tulisan tentang Komodo ini dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi kita semua.

Selamat Datang Jurassic Park di Pulau Rinca.

 

Jakarta, Jumat 30 Oktober 2020

Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com