Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftarkan Judicial Review ke MK, KSPI: Isi UU Cipta Kerja Hampir Seluruhnya Rugikan Buruh

Kompas.com - 03/11/2020, 12:36 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

Padahal, dalam UU No. 13 Tahun 2003, periode masa status PKWT atau karyawan kontrak dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak.

Setelah menjalani kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak mempunyai harapan diangkat menjadi karyawan tetap apabila mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan tetap berjalan.

"Tetapi UU Nomor 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut," ujar dia.

Baca juga: Isi Lengkap UU Cipta Kerja Final 1.187 Halaman Bisa Diunduh di Sini

3. Outsourcing seumur hidup

KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Pasalnya, UU No. 11 Tahun 2020 juga menghapus Pasal 64 dan 65 yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, juga menghapus batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, catering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.

Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di suatu perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing.

Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan perbudakan modern.

Adanya sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya. Dalam praktiknya, agen outsourcing sering lepas tangan alias tak bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.

4. Nilai pesangon berkurang

UU No. 11 tahun 2020 mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah.

Sebanyak 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Hal ini, menurut Iqbal, jelas merugikan buruh Indonesia. Sebab, nilai Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN.

Baca juga: Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK, Buruh: Jangan Pernah Menganggap Main-main...

Dirinya pun membandingkan nilai pesangon Malaysia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com