Pasalnya, UU No. 11 Tahun 2020 juga menghapus Pasal 64 dan 65 yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, juga menghapus batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, catering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di suatu perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing.
Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan perbudakan modern.
Adanya sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya. Dalam praktiknya, agen outsourcing sering lepas tangan alias tak bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.
4. Nilai pesangon berkurang
UU No. 11 tahun 2020 mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah.
Sebanyak 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Hal ini, menurut Iqbal, jelas merugikan buruh Indonesia. Sebab, nilai Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN.
Baca juga: Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK, Buruh: Jangan Pernah Menganggap Main-main...
Dirinya pun membandingkan nilai pesangon Malaysia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.