Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftarkan Judicial Review ke MK, KSPI: Isi UU Cipta Kerja Hampir Seluruhnya Rugikan Buruh

Kompas.com - 03/11/2020, 12:36 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, mereka telah mengajukan serta mendaftarkan judicial review atau kajian kembali Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, khususnya klaster ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/11/20020).

“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” kata Said melalui keterangan tertulis, Selasa.

Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI, di dalam undang-undang tersebut, khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh.

Baca juga: Resmi Gugat UU Cipta Kerja, Buruh Akan Demo Tiap Sidang di MK

Pasal-pasal inilah yang membuat para buruh menuntut agar UU tersebut dicabut.

Adapun pasal-pasal yang merugikan buruh sebagai berikut:

1. Berlakunya kembali sistem upah murah

Hal ini terlihat dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Juga Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dengan syarat tertentu.

Iqbal merasa,  frasa “dapat” dalam penetapan UMK sangat merugikan buruh. Sebab, penetapan UMK bisa dianggap bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.

Ditambah lagi, dengan dihilangkannya upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No. 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

"Oleh karena itu, KSPI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak boleh dhilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah," katanya.

2. PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup

UU No. 11 Tahun 2020 menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003.

Akibatnya, menurut Iqbal, pengusaha bisa mengontrak pekerja/buruh terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT atau karyawan.

Dengan demikian, PKWT atau biasa disebut karyawan kontrak bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap).

Hal ini berarti tidak ada kepastian bekerja.

Padahal, dalam UU No. 13 Tahun 2003, periode masa status PKWT atau karyawan kontrak dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak.

Setelah menjalani kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak mempunyai harapan diangkat menjadi karyawan tetap apabila mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan tetap berjalan.

"Tetapi UU Nomor 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut," ujar dia.

Baca juga: Isi Lengkap UU Cipta Kerja Final 1.187 Halaman Bisa Diunduh di Sini

3. Outsourcing seumur hidup

KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Pasalnya, UU No. 11 Tahun 2020 juga menghapus Pasal 64 dan 65 yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, juga menghapus batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, catering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.

Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di suatu perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing.

Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan perbudakan modern.

Adanya sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya. Dalam praktiknya, agen outsourcing sering lepas tangan alias tak bertanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.

4. Nilai pesangon berkurang

UU No. 11 tahun 2020 mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah.

Sebanyak 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Hal ini, menurut Iqbal, jelas merugikan buruh Indonesia. Sebab, nilai Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN.

Baca juga: Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK, Buruh: Jangan Pernah Menganggap Main-main...

Dirinya pun membandingkan nilai pesangon Malaysia.

Di sana, jumlah pesangon antara 5-6 bulan upah.

Tetapi nilai iuran JHT dan JP buruh Malaysia mencapai 23 persen.

Sedangkan, buruh Indonesia nilai JHT dan pensiunnya hanya 8,7 persen.

Akibat nilai jaminan sosial yang lebih kecil itulah, wajar jika kemudian negara melindungi buruh melalui skema pesangon yang lebih baik.

5. Pemberi kerja dengan mudah mem-PHK

Dia menjelaskan, dalam UU No. 11 Tahun 2020, PHK menjadi mudah dengan hilangnya frasa “batal demi hukum” terhadap PHK yang belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

6. Mudahnya TKA bekerja di Indonesia

Iqbal menegaskan, Tenaga Kerja Asing atau TKA buruh kasar cenderung akan mudah masuk ke Indonesia. Karena kewajiban memiliki izin tertulis menteri diubah menjadi kewajiban memiliki rencana penggunaan TKA yang sifatnya pengesahan.

KSPI juga menyoroti cuti panjang berpotensi hilang karena menggunakan frasa “dapat".

Kemudian, jam kerja dalam penjelasan UU No. 11 Tahun 2020, memberi peluang ketidakjelasan batas waktu.

“Kami juga menuntut DPR untuk menerbitkan legislatif review terhadap UU No. 11 tahun 2020 dan melakukan kampanye atau sosialisasi tentang isi pasal UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh tanpa melakukan hoaks atau disinformasi,” pinta dia kepada DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com