Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar Wacana Maluku Jadi Lumbung Ikan Nasional?

Kompas.com - 04/11/2020, 09:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah seringkali mewacanakan Maluku menjadi Lumbung Ikan Nasional (LIN). Wacana ini bahkan sudah ada sejak pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2010 silam.

Wacana ini bergulir lantaran Maluku mempunyai potensi perikanan sebesar 4 juta ton pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), yakni WPP 714 Laut Banda, WPP 715 Laut Seram, dan WPP 718 Laut Arafura.

Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini mengatakan, pemrosesan Maluku jadi LIN masih terus berlangsung. Koordinasi pun sudah dilakukan secara intensif antara kementerian/lembaga (K/L).

"Pemerintah pusat sudah merencanakan untuk membangun pelabuhan perikanan yang teritegrasi. Saat ini sedang persiapan dan survei-survei," kata Muhammad Zaini kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

Baca juga: Rincian Terbaru Harga Emas Batangan 0,5 Gram hingga 1 Kg di Pegadaian

Zaini bilang, koordinasi mengenai pembangunan pelabuhan perikanan ini sudah dibicarakan sedemikian rupa. Namun dia tak memberi tahu, kapan pembangunan akan dimulai.

"Sudah dikoordinasikan secara intensif oleh Menkomarves (Luhur Binsar Pandjaitan) baik dengan KKP, Pemda, maupun lainnya," ucap Zaini.

Memang pada Agustus lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sempat mengunjungi Maluku. Gubernur Maluku Murad Ismail diketahui telah menyurati pemerintah mengenai rencana kawasan LIN.

Pengamat Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Suhana menilai, urgensi pengadaan LIN akan sangat tergantung pada arah peruntukannya. Jika LIN dijadikan sebagai sumber kesejahteraan bagi nelayan lokal, maka pembangunan LIN sangat dibutuhkan.

Namun jika LIN dibuka hanya untuk kebutuhan investasi asing, maka berpotensi semakin menurunkan kesejahteraan nelayan lokal.

"Kalau lumbung ikan hanya untuk sebagai jembatan memberikan karpet merah kepada para investor, saya kira (pembangunan LIN) di luar tujuan," ucap Suhana kepada Kompas.com.

Baca juga: Daftar BLT UMKM, Ini Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Faktanya berdasarkan data BKPM, penanaman modal asing (PMA) sektor perikanan di semester I-2020 didominasi oleh China. Jumlahnya bahkan berbeda jauh dengan Jepang, yang notabene berada di peringkat kedua.

Tercatat, PMA dari China memiliki share 70,55 persen, sementara Jepang sebesar 11,22 persen. Berdasarkan lokasi, sekitar 70 persen PMA itu banyak ditanam di wilayah Maluku dan Papua.

Di sisi lain, KKP berwacana kembali melegalkan 8 alat tangkap baru maupun yang dilarang sebelumnya. Delapan alat itu termasuk purse seine (pukat cincin) dan cantrang.

Meski belum disahkan, dua wacana sekaligus realisasi investasi itu berimplikasi membuat LIN didirikan hanya untuk kebutuhan investasi, utamanya bila kesejahteraan nelayan tidak diperhatikan.

Baca juga: Sejarah Aqua, Didirikan Tirto Utomo Hingga Dibeli Danone Perancis

"Bagi saya ini adalah pasal yang menarik. Kalau kita lihat sejarahnya, kapal eks asing dari China semuanya hampir sebagian besar pakai trawl di wilayah Maluku. Meski Perpres tentang LIN belum ada, kapal trawl secara legal masih wacana, tapi kalau berbarengan dikeluarkan, ini berbahaya," ucap dia.

Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal III tahun 2020, ada 17 provinsi yang mengalami defisit Nilai Tukar Petani (NTN), termasuk Maluku. NTN Maluku tercatat di bawah 100, yakni 99,80. Di kuartal II, NTN Maluku sebesar 100,83 dan di kuartal I-2020 NTN sebesar 104,51.

Suhana menyebut, angka NTN ini berbanding lurus dengan kondisi di lapangan saat ini. Untuk itu, pembangunan LIN yang tidak mengedepankan kesejahteraan nelayan bakal membuat NTN mengalami penurunan.

"Perlu dikedepankan bagaimana jaminan terhadap akses nelayan lokal ketika LIN dibuka untuk investasi asing atau investasi dalam negeri. Kalau nelayan hanya dijadikan sebagai ABK, hanya sebagai buruh bagi kapal besar, saya kira bukan itu tujuan dari LIN," pungkasnya.

Baca juga: Deretan 5 Miliader Pemilik Bank Swasta di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com