Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU: UU Cipta Kerja Kurangi Beban Pelaku Usaha Saat Ajukan Keberatan ke Pengadilan Niaga

Kompas.com - 04/11/2020, 21:40 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan, perubahan beberapa pasal praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja memang diharapkan dapat memberikan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dalam melakukan investasi sekaligus meningkatkan kualitas penegakan hukum persaingan di Indonesia.

Karena selama ini, pemerintah menilai pada UU No 5 Tahun 1999 tentang praktik monopoli, terdapat pasal-pasal yang dianggap membebani pelaku usaha. Salah satunya perubahan upaya keberatan pelaku usaha dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga.

KPPU berharap adanya perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembuktian di pengadilan. Karena hakim di Pengadilan Niaga umumnya telah terbiasa berurusan dengan aspek bisnis atau komersil.

"Hal ini tentunya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dalam memberikan argumen yang lebih kuat dalam pengadilan. Pemindahan ini memang dapat menimbulkan biaya tambahan bagi pelaku usaha yang ingin melakukan upaya keberatan, karena keterbatasan jumlah Pengadilan Niaga di Indonesia," kata juru bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih dalam konfrensi pers virtual, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: Ini Definisi Minyak dan Gas Bumi Menurut UU Cipta Kerja

Namun hal tersebut menurut dia, dapat diatasi dengan penambahan jumlah Pengadilan Niaga maupun pemberlakukan persidangan secara daring.  Meskipun terkait persidangan daring sendiri tentu perlu penyempurnaan pada beberapa aspek agar tidak mengurangi prinsip due process of law, karena persidangan online masih ada beberapa keterbatasan.

Hal kedua, penghapusan jangka waktu pembacaan putusan keberatan dan kasasi. Dikhawatirkan berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha atas penyelesaian upaya keberatan yang dilakukannya. Namun, pihaknya yakin hal tersebut akan diatur oleh Mahkamah Agung.

Guntur menambahkan, saat ini upaya keberatan masih menggunakan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan KPPU.

Hal ketiga, penghapusan batasan denda maksimal. KPPU tentu masih menunggu bagaimana ketentuan peraturan pemerintah nantinya, sebagai tindak lanjut perubahan dalam UU 11/2020.

Karena terkait dengan kriteria, jenis dan besaran denda akan diatur dalam peraturan tersebut. Diharapkan dalam peraturan pemerintah nantinya akan mengatur secara tepat atas sanksi maupun denda yang akan dikenakan pada pelanggar hukum persaingan.

Tentu dengan mempertimbangkan dampak persaingan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat maupun dunia usaha. Untuk itu best practice di berbagai negara dapat dijadikan acuan, seperti persentase dari laba perusahaan tahun berjalan atau persentase keuntungan perusahaan dari tindakan anti persaingan atau pendekatan lainnya.

Diharapkan peraturan pemerintah nantinya mampu menciptakan transparansi dalam penjatuhan sanksi, dengan tetap mendukung independensi otoritas dalam menjatuhkan sanksi administratif.

"Sejauh ini, KPPU sendiri telah memiliki pedoman pengenaan denda melalui Peraturan KPPU No.4/2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU No.5/1999, dimana salah satu aspek yang dipertimbangkan KPPU dalam pengenaan denda adalah persentase dari perputaran perusahaan," ujarnya.

Hal terakhir, terkait penghapusan ancaman pidana atas bentuk pelanggaran praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

"KPPU memahami penghapusan tersebut ditujukan  untuk memperjelas aspek-aspek pidana dalam penegakan hukum yang dapat diimplementasikan. Pidana tetap dapat dikenakan atas pelaku usaha yang menolak diperiksa,  menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan, serta bagi pelaku yang menolak melaksanakan Putusan KPPU," jelas Guntur.

Penegasan ini akan membantu KPPU dalam menyerahkan kepada Penyidik atas pelanggaran ketentuan tersebut. Khususnya dengan adanya kerja sama formal antara KPPU dan Polri yang turut mengatur prosedur penyerahan aspek pidana dalam hukum persaingan.

Memperhatikan perkembangan perubahan di dalam UU Cipta Kerja tersebut, hari ini KPPU telah bertemu dengan Mahkamah Agung. Dalam waktu dekat juga akan bertemu dengan pemerintah untuk memberikan masukan atas penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan UU Nomor 11/2020.

"KPPU berharap berbagai peraturan tersebut disusun dengan mengedepankan keseimbangan antara peningkatan kemudahan berusaha pelaku usaha dalam melakukan investasi dengan penegakan hukum persaingan yang berkualitas dalam upaya penciptaan persaingan usaha yang sehat di Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Isu Merger Grab dan Gojek Mencuat Lagi, Ini Komentar KPPU

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com