Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekam Jejak Catatan Keuangan Garuda, BUMN yang Sering Merugi

Kompas.com - 08/11/2020, 08:03 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berdarah-darah di tahun 2019. Maskapai penerbangan milik pemerintah atau BUMN ini mencatatkan rugi yang fantastis yakni mencapai lebih dari Rp 15 triliun di kuartal III 2020.

Di kuartal ketiga tahun 2020, maskapai flag carrier ini hanya bisa membukukan pendapatan 1,14 miliar dollar AS atau merosot 67,79 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Mengacu laporan keuangan yang dirilis 5 November lalu, Garuda Indonesia hanya mencatat pendapatan dari penerbangan berjadwal senilai 917,29 juta dollar AS, penerbangan tak berjadwal sebesar 46,92 juta dollar AS, dan pendapatan lain-lain berkontribusi 174,56 juta dollar AS.

Jika ditilik ke belakang, merahnya kinerja Garuda ini sudah mendominasi laporan keuangannya sejak beberapa tahun belakangan. Garuda tercatat sudah beberapa kali mengalami kerugian  sebelum datangnya pandemi virus corona (Covid-19). 

Baca juga: KKN Selimuti Garuda Indonesia pada Era Orba

Berikut catatan rekam jejak laporan keuangan Garuda sejak tahun 2014 hingga 2020. 

Tahun 2019 untung Rp 97,72 miliar

Garuda membukukan laba bersih sebesar 6,98 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 97,72 miliar (kurs Rp 14.000/dollar AS) sepanjang 2019 lalu.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, capaian laba bersih tersebut sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 5,59 persen dari pencapaian tahun 2018, yaitu menjadi sebesar 4,57 miliar dollar AS. Adapun di 2019, perseroan tersebut juga mencatatkan perolehan positif pada laba usaha dengan nilai sebesar 147,01 juta dollar AS.

“Capaian ini dapat diraih melalui strategi quick wins priority yang dijalankan perusahaan, yaitu melalui penguatan budaya perusahaan berbasis people, process & technology, strategi peningkatan pendapatan, serta peninjauan atas struktur biaya perusahaan,” ujar Irfan dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga: Tahun Suram Garuda: Tersandung Kasus Korupsi, Rugi Rp 15 Triliun

Tahun 2018 poles laporan keuangan, dari untung jadi rugi Rp 2,45 triliun

Garuda Indonesia sempat jadi sorotan setelah memoles laporan keuangannya. Perusahaan awalnya mencatatkan untung sebesar 5 juta dollar AS, namun kemudian direvisi (restatement) menjadi rugi 216,58 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,45 triliun.

Laporan keuangan yang dipoles ini mencuat setelah komisaris dari perwakilan CT Corp menolak untuk menandatangani laporan kinerja. Belakangan Garuda terbukti memoles laporan keuangan dan diminta OJK dan BPK untuk merevisinya.

Tahun 2017 rugi Rp 2,98 triliun

Setelah mengalami periode untung 2 tahun berturut-turut. Garuda membukukan rugi di tahun 2017. Kerugiannya mencapai Rp 2,98 triliun atau lebih besar dari gabungan untung dua tahun sebelumnya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury yang menggantikan Arif Wibowo mengatakan, kerugian perseroan sebagian besar disebabkan peningkatan biaya bahan bakar avtur, yakni sebesar 16,5 persen secara tahunan.

Baca juga: Masker Desain Anak Negeri Dipasang di Pesawat Garuda Indonesia

Sepanjang 2017, biaya bahan bakar yang dikeluarkan Garuda Indonesia mencapai 1,155 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 924,7 juta dollar AS.

Tahun 2016 untung Rp 124 miliar

Garuda kembali mencatatkan laba bersih di tahun 2015. Kali ini sebesar 9,36 juta dollar AS atau setara Rp 124,5 miliar sepanjang tahun 2016. Hingga akhir tahun, grup usaha mengangkut 35 juta penumpang baik Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia.

"Seperti kita ketahui tren pertumbuhan industri penerbangan di dunia khususnya Asia Pasifik mengalami tekanan sejak lima tahun terakhir, mulai dari perlambatan ekonomi global hingga mempengaruhi daya beli masyarakat, namun Garuda Indonesia grup masih tetap bisa mempertahankan kinerja positifnya," kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo saat itu.

Tahun 2015 untung Rp 1,07 triliun

Garuda Indonesia atau GIAA akhirnya bisa membukukan laba bersih sebesar 77,97 juta dollar AS sepanjang tahun 2015. Laba yang dicatatkan perusahaan pelat merah ini lebih disebabkan oleh penyusutan beban usaha.

Baca juga: Wamen BUMN Ungkap “Penyakit” Lama yang Menggerogoti Garuda Indonesia

Pasalnya, pendapatan GIAA masih menurun. Pada tahun 2014, total pendapatan usaha GIAA mencapai 3,93 miliar dollar AS. Sementara tahun 2015 lalu, pendapatannya turun 3,02 persen menjadi 3,81 miliar dollar AS.

Beban operasional penerbangan GIAA terpangkas 14,5 persen menjadi 2,19 miliar dollar AS. Total beban usaha GIAA pun menyusut 13 persen menjadi 3,7 miliar dollar AS. Turunnya beban membuat GIAA masih mencetak laba usaha mencapai 168,7 juta dollar AS.

Tahun 2014 rugi Rp 4,87 triliun

Garuda Indonesia mengalami kerugian sebesar 371,9 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,87 triliun selama tahun buku 2014. Kerugian itu berdasarkan laporan keuangan Garuda selama 2014 yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia.

Jika dibandingkan keuangan Garuda tahun 2013 lalu yang meraup laba hingga 13,583 juta dollar AS, tentu keuangan tahun 2014 terbilang buruk.

Baca juga: Garuda Indonesia Peroleh Pinjaman Rp 1 Triliun, Untuk Apa?

Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Arif Wibowo mengatakan, kerugian tersebut diakibatkan ada ya tekanan dari faktor eksternal dan internal yang membuat kinerja keuangan melemah.

“Memang kita mengalami kerugian karena kinerja keuangan pada tahun 2014 dipengaruhi oleh kondisi industry penerbangan bukan saja di Indonesia namun juga di dunia yang sedang mengalami turbulensi,” ujar Arif kala itu.

(Sumber:Kompas.com/Yoga Sukmana, Mutia Fauzia, Sakina Rakhma Diah Setiawan, Achmad Fauzi, Estu Suryowati, Yoga Sukmana, Akhdi Martin Pratama | Editor: Sakina Rakhma Diah Setiawan, Bambang Priyo Jatmiko, Erlangga Djumena)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber Kompas.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com