Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Mau Reformasi Pengawasan Koperasi

Kompas.com - 10/11/2020, 13:00 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tidak menampik adanya koperasi yang bermasalah di Indonesia. Ia menganggap hal itu sebagai pekerjaan rumah yang harus segera diperbaiki.

Oleh sebab itu, Kemenkop saat ini sedang mengupayakan reformasi pengawasan koperasi.

"Karenanya, kami sedang melakukan reformasi pengawasan koperasi dengan diterbitkannya Permenkop Nomor 9 Tahun 2020, yang sudah ditetapkan pada 14 Oktober 2020 lalu," ujarnya mengutip siaran resminya, Selasa (10/11/2020).

Baca juga: Kuasa Hukum Winda: Kalau Ingin Bertanya, Seharusnya Undang dan Tanyakan Langsung

Hanya saja, Teten meminta masyarakat luas agar bersikap adil. Sebab bukan hanya koperasi saja yang bermasalah, tapi penyimpangan dan praktek usaha ilegal atau investasi bodong, sejauh ini juga sangat banyak ditemukan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sepanjang 3 tahun terakhir,  telah terjadi praktek investasi bodong/ilegal sebanyak 1.200 lebih perusahaan non koperasi.

"Sementara dalam catatan OJK selama 5 tahun dari 2015 hingga 2020 ada 8 koperasi yang masuk praktek investasi bodong. Pertanyaannya, mengapa yang diangkat dan terus dipermasalahkan adalah koperasi? Sebaliknya, yang bukan koperasi tidak banyak dipersoalkan, saya kira ini tidak adil," ucap Teten.

Lebih jauh lagi, Teten pun menjabarkan garis besar perubahan sistem pengawasan yang tertuang dalam aturan baru tersebut.

Dia menyebutkan Permenkop ini memastikan 4 hal, yaitu implementasi 7 prinsip koperasi, kepatuhan koperasi kepada peraturan, kehati-hatian penyelenggaraan keuangan termasuk AML/CFT, dan pengelompokkan pengawasan dan pemeriksaan koperasi dalam empat Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK).

"Kalau di perbankan dikenal dengan istilah Bank dalam kelompok Buku 1, 2, 3 dan 4," kata Teten.

Baca juga: Akses ke Bandara Soekarno-Hatta Macet, 9 Penerbangan Sriwijaya Air Delay

Begitupun dengan koperasi, karena jumlah koperasi banyak dan tersebar, maka bobot pengawasan juga dibagi menjadi 4 Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK) atas dasar aset, modal dan jumlah anggota. Pengawasan untuk klasifikasi 3 dan 4 lebih ketat dari pada yang klasifikasi 1 dan 2.

Pengawasan pada klasifikasi 1 dan 2 lebih ditekankan pada pembinaan tatakelola atau manajemen, sedangkan pada klasifikasi 3 dan 4 pengawasan dilakukan berbasis resiko.

Di samping itu, lanjut dia, bagi koperasi klasifikasi 3 dan 4, pengurus dan pengawas sebelum dipilih dalam Rapat Anggota harus melalui proses uji kelayakan dan kompetensi.

Namun karena struktur pengawas koperasi berbeda dari model OJK dan BI yang berdasarkan komando terpusat, pengawasan koperasi akan dilakukan dengan melibatkan Jabatan Fungsional Pengawas Koperasi (JFPK) yang didasarkan pada uji kompetensi secara berkala.

"Sehingga, diharapkan bisa terwujud sistem pengawasan yang lebih terkoordinasi terhadap koperasi skala nasional, koperasi skala propinsi, dan koperasi skala kabupaten/kota," jelasnya.

Dalam Permenkop 9/2020 juga ditegaskan perlunya kerja sama dengan otoritas pengawas yang lain yakni Bank Indonesia, OJK dan PPATK.

Baca juga: Ketua OJK: Pengusaha RI Jangan Ketinggalan Kereta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com