Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha: RUU Larangan Minuman Beralkohol Tidak Mendesak!

Kompas.com - 14/11/2020, 20:50 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengusaha menilai pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) tidak mendesak dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang menekan dan membebani dunia usaha, terlebih karena sudah ada aturan yang berjalan efektif.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan selama ini sudah ada Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan implementasi di lapangan dinilai sudah berjalan efektif.

"Bahkan tahun tahun 2014 Menteri Perdagangan mengeluarkan Permendag No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di mana penjualan minol sudah lebih tertata hanya ditempat tertentu. Dengan demikian sebenarnya urgensi RUU ini tidak mendesak, namun semuanya kembali kepada DPR," kata dia dilansir dari Antara, Sabtu (14/11/2020).

Sarman menuturkan industri minuman beralkohol juga ikut terdampak pandemi Covid-19 seperti produsen bir sebagai dampak dari pembatasan operasional berbagai hotel, restoran, kafe bahkan di hiburan malam.

Baca juga: RUU Minol Dibahas Lagi, Ini Tanggapan Industri

"Di Jakarta sudah delapan bulan tutup yang membuat penjualan anjlok sampai 60 persen, namun sejauh ini industri minol masih mampu bertahan dan tidak melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja)," kata dia.

Ia juga berharap pembahasan RUU yang pernah dibahas lima tahun lalu tapi tidak berlanjut itu sebaiknya dilakukan pada momentum yang tepat, yakni pasca pandemi di mana ekonomi telah berada dalam kondisi normal.

"Di tengah tekanan resesi ekonomi saat ini kurang tepat membahas yang berkaitan dengan kelangsungan dunia usaha khususnya industri minol, mari kita fokus bersama melawan pendemi Covid-19 dan percepatan pemulihan ekonomi nasional," kata dia.

Komisaris Utama PT Delta Djakarta itu menuturkan industri minuman beralkohol siap memberi masukan dan pokok pikiran termasuk dari sisi judul.

Baca juga: Rencana Pemprov DKI Lepas Saham Bir Menyeruak Lagi, Ini Kata PT Delta Djakarta

Alih-alih disebut RUU Larangan Minuman Beralkohol, industri mengusulkan agar beleid itu diubah menjadi RUU Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Menurut Sarman, keterlibatan industri minol dalam perekonomian nasional hampir mencapai satu abad dan melibatkan investor asing.

Kontribusi industri minol dari sisi pajak maupun cukai alkohol yang mencapai Rp 6 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5.000 orang ditambah industri penunjang seperti pertanian, logistik, industri kemasan, distribusi dan jasa perdagangan, jasa hiburan, rekreasi, pariwisata dan budaya.

"Kami sangat mendukung kalau minol ini di diatur dan diawasi sehingga edukasi dan informasi kepada masyarakat selalu konsisten dilaksanakan akan bahaya penyalahgunaan minuman beralkohol," ungkap Sarman.

Baca juga: Berapa Saham Pemprov DKI di Perusahaan Bir Anker?

"Jika nantinya dalam RUU ini kesannya melarang maka dikhawatirkan akan terjadi praktik masuknya minol selundupan yang tidak membayar pajak, maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan serta maraknya minol oplosan yang membahayakan konsumen," pungkas Sarman.

Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman beralkohol (minol) atau minuman keras (miras).

Jika RUU Larangan Minuman Beralkohol ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana. Dengan kata lain, perdagangan dan konsumsi miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com