Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Sejak 2013, Mendag: RCEP Jadi Harapan Baru Kawasan di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 16/11/2020, 11:36 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) memiliki perjalanan panjang sejak Mei 2013 hingga akhirnya ditandatangani pada 15 November 2020.

RCEP merupakan rencana perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN yakni Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam. Serta lima negara mitranya yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Penandatangan dilakukan Menteri Perdagangan kesepuluh negara ASEAN dan lima negara mitranya, dengan disaksikan masing-masing Kepala Negara/Pemerintahan secara virtual pada Minggu (15/11/2020) kemarin.

Baca juga: Meski Ada RCEP, Mendag Pastikan Tetap Selektif untuk Impor

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, penandatanganan ini menandai selesainya perundingan RCEP yang dimulai pada Mei 2013 dan menumbuhkan harapan baru kemajuan ekonomi bagi kawasan. Terlebih RCEP lahir atas gagasan Indonesia pada 2011 dan proses perundingannya hingga selesai sepenuhnya dipimpin Indonesia.

"Penandatanganan RCEP hari ini merupakan pencapaian tersendiri bagi Indonesia di kancah perdagangan internasional," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (16/11/2020).

Menurut dia, RCEP menjadi perjanjian perdagangan terbesar di dunia di luar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ditinjau dari cakupan dunia untuk total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,2 persen. Selain itu mencakup investasi asing langsung (FDI) sebesar 29,8 persen, penduduk 29,6 persen, dan perdagangan 27,4 persen, yang sedikit di bawah EU-27 yang tercatat 29,8 persen.

"RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia dan diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini,” jelasnya.

Agus berkisah, gagasan RCEP dicetuskan saat Indonesia memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011, dengan tujuan mengonsolidasikan lima perjanjian perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya.

Konsep RCEP kemudian disepakati negara anggota ASEAN pada akhir 2011 di Bali, Indonesia. Baru pada akhir 2012 setelah 'menjual' konsep ini kepada enam negara mitra FTA ASEAN, para kepala negara/pemerintahan dari 16 negara pun sepakat meluncurkan perundingan RCEP pada 12 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja.

Pada awal 2013, para Menteri Perdagangan ASEAN sepakat menunjuk Indonesia sebagai Koordinator ASEAN untuk perundingan RCEP. Kesepakatan ini bahkan diperluas oleh 16 menteri negara peserta perundingan dengan menunjuk Indonesia sebagai Ketua Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP.

Pada perundingan pertama di tahun 2013, pertemuan TNC dihadiri tidak lebih dari 80 orang anggota delegasi dari 16 negara peserta. Namun mulai akhir tahun ketiga, jumlah anggota delegasi yang terlibat langsung dalam perundingan terus meningkat.

Puncaknya terjadi pada tahun 2017-2018, di mana Ketua TNC memberikan arahan dan target pencapaian kepada lebih dari 800 anggota delegasi yang terbagi ke dalam berbagai kelompok kerja dan subkelompok kerja. Kendati demikian, perundingan RCEP berlangsung bukan tanpa kendala.

Namun pada November 2019, India sebagai mitra dagang keenam, memutuskan untuk keluar. Meski dalam perundingan tetap terbuka bagi India untuk kembali bergabung, namun India enggan, hingga akhirnya perjanjian ditandatangani 15 negara.

Agus mengungkapkan, perbedaan tingkat kesiapan ekonomi negara peserta RCEP memberikan tantangan tersendiri karena ambisi dan sensitivitas yang berbeda antara negara maju, negara berkembang, dan negara kurang berkembang membuat perundingan sering memanas.

“Dalam situasi seperti itu, dituntut pemahaman isu secara mendalam, penguasaan seni berunding secara plurilateral, kesabaran, dan bahkan sense of humor dari Ketua TNC, yang akhirnya mampu mempertahankan jalannya perundingan secara produktif. Praktis selama lebih dari delapan tahun berunding, tidak satu kali pun ada negara yang melakukan walk-out dari perundingan,” jelasnya.

Baca juga: Mendag Agus Angkat Ekonom UI Jadi Jubir Kemendag

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com