"FTA yang ada bisa sangat rumit untuk digunakan dibandingkan dengan RCEP," kata Deborah Elms dari Asian Trade Center.
Bisnis dengan rantai pasokan global mungkin menghadapi tarif bahkan dalam FTA karena produk mereka mengandung komponen yang dibuat di tempat lain.
Produk buatan Indonesia misalnya, yang mengandung suku cadang Australia, mungkin dikenakan tarif di tempat lain di zona perdagangan bebas Asean.
Baca juga: Meski Ada RCEP, Mendag Pastikan Tetap Selektif untuk Impor
Di bawah RCEP, suku cadang dari negara anggota mana pun akan diperlakukan sama, yang mungkin memberi perusahaan di negara RCEP insentif untuk mencari pemasok di dalam kawasan perdagangan.
Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional memperkirakan kesepakatan RCEP itu dapat meningkatkan pendapatan nasional global sebesar 186 miliar dollar AS setiap tahun pada tahun 2030 dan menambah 0,2 persen kenaikan ekonomi pada negara-negara anggotanya.
Namun, beberapa analis berpikir kesepakatan itu juga berpotensi lebih banyak akan menguntungkan China, Jepang dan Korea Selatan daripada negara-negara anggota lainnya.
"Manfaat ekonomi dari kesepakatan itu mungkin hanya marjinal untuk Asia Tenggara, tetapi ada beberapa perdagangan yang menarik dan dinamika tarif untuk diperhatikan di Asia Timur Laut," kata Nick Marro dari Economist Intelligence Unit (EIU).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.