Karena pesawat pesawat terbang merupakan “peminum” yang serakah terhadap sumber sumber alam (minyak) yang telah diselenggarakan manusia, maka perlu sekali adanya pertambangan pertambangan minyak (atom dan lain lain). Hal ini sangat penting karena tanpa minyak (atom dan lain lain ) pesawat pesawat terbang yang ada tidak akan bergerak dan kekuatan nasional di udara tidak akan dapat terselenggarakan.
Di samping untuk mendapatkan kekuatan nasional di udara, perlu pula benih benih penerbangan di pupuk dikalangan masyarakat terutama para pemudanya mulai dari sekarang dengan mendirikan perkumpulan perkumpulan seperti pandu udara, aeromodellers dan aeroclub nasional.
Bila faktor faktor yang tersebut di atas ini dapat dipenuhi maka akan tercapailah kekuatan nasional di udara, yang sangat penting artinya bagi suatu negara yang merdeka seperti Indonesia.
Karena itu pula Angkatan Udara, Penerbangan Sipil Nasional, Perindustrian Penerbangan, Aeroclub dan Pandu Udara dan Pertambangan Minyak (atom dan lain lain), hendaknya mendapat perhatian istimewa agar kesemuanya ini dapat lebih maju dan kuat agar tujuan semula untuk mendapatkan kekuatan nasional di udara dapat tercapai.
Di zaman yang serba modern ini, di mana negara negara saling berlomba – lomba dalam mencapai kemajuan dan kesempurnaan bagi negaranya, kekuatan nasional di udara tidak pernah ditinggalkan. Dan Indonesia sebagai Negara yang merdeka tentu tidak akan melupakan faktor penting itu pula.
Baca juga: Kenapa RI Begitu Bergantung Impor BBM dari Negara Semungil Singapura?
Demikianlah sebuah rujukan dari betapa persoalan National Air Power yang sangat memegang peran strategis bagi sebuah bangsa, telah sejak tahun 1950-an sudah dihayati dengan penuh kesadaran oleh kita sebagai bangsa.
Apabila kita memandang tentang Pemberdayaan Wilayah Udara Nasional, maka secara otomatis kita akan berada ditengah-tengah permasalahan yang erat dengan urusan Wilayah Udara Kedaulatan.
Nah, dalam konteks wilayah udara kedaulatan ini Indonesia masih berhadapan dengan masalah dari keberadaan wilayah udara kedaulatan Indonesia di selat Malaka dan kawasan kepulauan Riau yang otoritas penerbangannya tidak berada dalam kekuasaan otoritas penerbangan Indonesia.
Sebagai catatan saja, selama ini wilayah udara kedaulatan Indonesia di kawasan selat Malaka dan sekitar kepulauan Riau berada dibawah otoritas penerbangan Singapura. Alasan yang selalu dikemukakan adalah karena air traffic di sana sangat "crowded" dan bahwa otoritas penerbangan Indonesia belum mampu mengendalikan International Air Traffic dengan standar International Aviation Safety.
Di tengah pandemi covid-19 yang telah menurunkan secara drastis jumlah air traffic yang melintas, maka jumlah penerbangan dikawasan tersebut telah menjadi amat sangat “sepi”.
Kiranya sekarang ini adalah saat yang paling tepat bagi Indonesia meningkatkan persahabatan dengan Singapura dalam kerangka hubungan internasional yang bermartabat.
Kita sudah harus segera menghentikan “permintaan bantuan” kepada pihak Singapura dalam kegiatan pengaturan lalulintas udara di selat Malaka dan kepulauan Riau.
Sebagai negara besar sudah sepantasnya Indonesia menganut kebijakan luar negeri yang tidak selalu “memohon bantuan” dan juga tidak selalu “merepotkan” sampai puluhan tahun negara lain yang jauh lebih kecil untuk mengerjakan sesuatu yang kita sendiri sudah sangat mampu mengerjakannya.
Indonesia harus senantiasa menghormati negara-negara tetangga kita di kawasan. Lebih-lebih bagi satu kegiatan yang secara hukum berada dibawah kekuasaan teritorial NKRI sendiri.
Sebuah kawasan yang merupakan bagian integral dari kekuatan nasional di udara atau National Air Power.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.