Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendag Mulai Selidiki Lonjakan Impor Barang EPS

Kompas.com - 20/11/2020, 09:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyelidiki pengamanan perdagangan (safeguard measures) atas lonjakan jumlah impor barang Expansible Polystyrene (EPS) terhitung mulai 18 November 2020.

Penyelidikan dilakukan setelah KPPI menerima permohonan dari PT Kofuku Plastic Indonesia (KPI) atas nama industri dalam negeri penghasil komoditas tersebut pada 6 November 2020.

Barang yang diselidiki adalah EPS dalam bentuk butiran dengan kode Harmonized System (HS) 3903.11.10 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017.

Baca juga: IHSG Berpeluang Melemah karena Potensi Profit Taking, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini

Ketua KPPI Mardjoko mengatakan, dari bukti awal permohonan yang diajukan oleh PT KPI, memang ditemukan adanya lonjakan jumlah impor barang EPS.

"Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor barang EPS,” ujar Mardjoko dalam keterangan resmi, Jumat (20/11/2020).

Berdasarkan data BPS, dalam tiga tahun terakhir atau sepanjang 2016-2019, terjadi peningkatan jumlah impor EPS dengan rata-rata kenaikan 7,94 persen.

Pada 2016 jumlah impor naik 23.867 ton. Kemudian naik sebesar 10,82 persen menjadi 26.451 ton pada 2017.

Lalu, pada 2018 terjadi kenaikan sebesar 4,77 persen menjadi 27.712 ton, serta kembali naik 9,38 persen menjadi 30.312 ton pada 2019.

Negara asal impor barang kertas EPS antara lain Taiwan dengan pangsa pasar 31,16 persen, Jepang 25,17 persen, China 16,44 persen, Vietnam 8,31 persen, Thailand 5,19 persen, India 4,75 persen, Korea Selatan 4,42 persen, dan negara lainnya sebesar 4,56 persen.

Kerugian serius atau ancaman kerugian serius, menurut Mardjoko, terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada 2016-2019.

Indikator tersebut di antaranya penurunan volume produksi dan penjualan domestik yang berdampak terhadap penurunan keuntungan secara terus menerus.

Selain itu, ada peningkatan volume persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual, penurunan kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta penurunan pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

Baca juga: Sharp, Pabrikan Elektronik Jepang, Kini Jualan Masker di Indonesia

Mardjoko mengatakan, KPPI telah menyampaikan informasi terkait dimulainya penyelidikan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti industri dalam negeri, eksportir, eksportir produsen, dan importir.

"Pihak-pihak yang berkepentingan dipersilakan mendaftarkan diri selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman ini. Pendaftaran dapat disampaikan secara tertulis kepada KPPI," kata dia.

Sementara itu, pihak yang berkepentingan diberikan kesempatan oleh KPPI untuk menyampaikan tambahan informasi, tanggapan secara tertulis, dan/atau permintaan dengar pendapat yang berkaitan dengan penyelidikan dan kerugian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com