Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Kalau Ternyata Tetap Kurang, Ya Utang

Kompas.com - 01/12/2020, 12:27 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan peran penting utang dalam menjaga keseimbangan APBN. Anggaran negara memang sering kali dibuat defisit agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi.

Namun, lanjut dia, negara tak sembarangan dalam mengajukan utang. Selama tujuannya positif dan rasionya tak melebihi produk domestik bruto (PDB), utang dianggap masih terkendali.

"Kalau ternyata tetap kurang (defisit), ya utang. Agar tidak menyusahkan, cari utang yang baik," kata Sri Mulyani seperti dikutip pada Selasa (1/12/2020).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini membeberkan, hampir tak ada negara di dunia yang tidak mengandalkan utang, tak terkecuali negara-negara maju.

Baca juga: 2 Periode Jokowi, Utang Luar Negeri RI Bertambah Rp 1.721 Triliun

Negara-negara maju juga menutup defisit anggarannya dengan utang, baik utang domestik maupun yang ditarik dari luar negeri.

"Kalau kalian lihat film Korea, kayaknya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira kekurangan uang enggak ya untuk belanja? Ya kekurangan banget, ya utang juga," ucap Sri Mulyani.

"Kalau kalian lihat Uni Emirat, kalau ke Dubai kayaknya negaranya luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit. Kemudian Eropa, Perancis, Inggris, Spanyol, Italia, kira-kira negara itu punya utang enggak? Pasti punya utang," tambah dia.

Sebagai bendahara negara, sudah menjadi tugasnya untuk menjaga rasio utang tetap terkontrol. Apalagi, Indonesia membutuhkan uang yang tak sedikit, sedangkan penerimaan negara dari pajak masih belum mencukupi.

Baca juga: Lonjakan Utang Luar Negeri RI di 2 Periode Jokowi

"Menkeu-nya harus bisa kelola pendapatan negara, ditingkatkan, belanja dikelola, dan utang juga dengan tingkat baik. Bagaimana jadi negara maju, tanpa menjadi krisis keuangan," ujar Sri Mulyani.

Jawab pengkritik utang

Sri Mulyani sebelumnya juga sempat menjawab para pihak yang mengkritik kebijakan utang pemerintah, termasuk utang luar negeri Indonesia. Kata dia, utang pemerintah sudah direncanakan jauh hari untuk menyeimbangkan postur APBN.

Perencanaan utang pemerintah sudah tertuang dalam Perpres 72/2020 tentang Penyesuaian Kembali Postur dan Rincian APBN 2020. Sri Mulyani mengkritik balik pihak-pihak yang mempermasalahkan kebijakan utang pada era Presiden Jokowi tersebut.

"Ada orang hari-hari ini suka bicara masalah utang, sampaikan saja bahwa di Perpres 72 waktu anggaran APBN 2020 dengan estimasi defisit sekian, itu pembiayaannya adalah dari SBN (surat berharga negara), pinjaman, ada yang bilateral maupun multilateral," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Baca juga: Sri Mulyani Ingatkan Para Youtuber untuk Bayar Pajak

"Jadi waktu kita sedang menjalankan Perpres jangan kemudian muncul reaksi-reaksi. Seolah-olah kita seperti orang yang belum punya rencana. Itu kan semuanya isu dari Perpres 72 sudah diomongkan, sudah disampaikan ke publik," kata dia lagi.

Sri Mulyani yang juga mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menegaskan, tingkat utang dari negara-negara di dunia mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, yang menurut dia tingkat utang Indonesia naik di kisaran 36 persen hingga 37 persen dari PDB, yang sebelumnya sebesar 30 persen dari PDB. Jumlah tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain.

"Namun, bukan berarti kita tidak waspada, tetapi kita akan tetap menjaga semua kondisi, hal ini agar perekonomian tetap membaik dan kondisi fiskal tetap sustain," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Klaim Sudah 681.000 Tenaga Kesehatan Terima Uang Insentif

Total utang Pemerintah RI

Total utang Indonesia tercatat hingga akhir September 2020 mencapai Rp 5.756,87 triliun. Dengan demikian, rasio utang pemerintah sebesar 36,41 persen terhadap PDB.

Total utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun. Dia menjelaskan, negara-negara anggota G20 mengalami kenaikan tingkat utang yang luar biasa.

Untuk negara-negara yang masuk kategori negara maju, tingkat utangnya mencapai 130 persen dari kondisi normal yang biasanya 100 persen. Sementara untuk negara berkembang yang biasanya rasio utang di kisaran 50 persen meningkat menjadi di kisaran 60 persen hingga 70 persen.

"Dengan adanya dukungan countercyclical luar biasa di seluruh negara dunia, tidak hanya negara G20, utang pemerintah di semua negara naik," jelas dia.

Baca juga: Sri Mulyani: Perlu Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen agar Indonesia Jadi Negara Maju

Sri Mulyani pun menjelaskan, rasio utang yang cukup rendah jika dibanding dengan negara lain disebabkan oleh dukungan fiskal terhadap kontraksi perekonomian Indononesia dinilai lebih moderat.

Indonesia menganggarkan dukungan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

Tambahan belanja tersebut menyebabkan defisit anggaran yang mencapai Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB.

"Jumlah tambahan dukungan fiskal dalam rangka tangani Covid-19 dan mendorong perekonomian, Indonesia berada di bagian modest, sesudah China. Dalam hal ini dan perubahan dari sisi defisit ini ditujukan mainly untuk memberi support bagi ekonomi dan untuk belanja di bidang kesehatan," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Minta Pimpinan Kementerian dan Pemda Percepat Belanja di Awal 2021

(Sumber: KOMPAS.com/Mutia Fauzia | Editor: Yoga Sukmana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompas.com


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com