Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Temuan Kejanggalan Ekspor Benih Lobster di Bengkulu

Kompas.com - 04/12/2020, 08:43 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Sri Hartati mengungkap sebanyak tiga juta ekor benur (benih lobster) asal Provinsi Bengkulu telah diekspor selama enam bulan terakhir.

"Saya tidak ingat persisnya tetapi angkanya hampir tiga juta ekor dan data itu kami peroleh dari aplikasi e-lobster dan dari Karantina ikan," kata dia dilansir dari Antara, Jumat (4/12/2020).

Menurut dia, ekspor benih lobster itu sebagian besar merupakan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Kaur dan sebagian lagi dikumpulkan dari nelayan di Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu dan beberapa kabupaten lainnya.

Namun, tambah dia, benih lobster itu tidak diekspor langsung dari Provinsi Bengkulu melainkan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Baca juga: Ditanya soal Ekspor Benih Lobster, Ini Kata Syahrul Yasin Limpo

Sri mengaku tidak mengetahui ada berapa banyak perusahaan eksportir yang melakukan kegiatan usaha pengumpulan benur di Provinsi Bengkulu.

Ini karena mereka tidak melakukan pengurusan izin di pemerintah provinsi melainkan langsung ke pemerintah kabupaten dimana benur itu dikumpulkan.

Akibatnya, DKP Provinsi Bengkulu kesulitan melakukan pengawasan karena tidak berwenang menerbitkan surat keterangan asal benih (SKAB) yang menjadi salah satu syarat perusahaan eksportir bisa melakukan pengumpulan benih lobster.

"Jadi kabupaten yang mengeluarkan SKAB sehingga kami tidak tahu ada berapa banyak eksportir benur yang masuk ke Provinsi Bengkulu ini," ucap Sri.

Baca juga: Hadapi Tuduhan Ekspor Benur, Keponakan Prabowo Tunjuk Hotman Paris

Selain itu, minimnya anggaran juga menjadi kendala pihaknya tidak melakukan pengawasan untuk memastikan agar pengumpulan benih lobster itu tidak dilakukan secara besar-besaran dan tetap mematuhi Peraturan Menteri KKP nomor 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan.

Padahal, kata Sri, ada banyak praktik ekspor benur di Bengkulu yang tidak sesuai dengan yang diatur oleh Permen KKP nomor 12 tahun 2020 tersebut. Salah satunya seperti perusahaan eksportir tidak membuat tempat budidaya benur.

Ekspor benur yang terjadi di Bengkulu yaitu dimulai dari nelayan lokal mengumpulkan benih lobster, kemudian dibeli oleh perusahaan eksportir melalui rekanannya di Bengkulu, baru kemudian dikirim ke luar negeri.

"Seharusnya tidak boleh seperti itu. Seharusnya dia harus ada budidaya dulu di Bengkulu, harus ada pelepasliaran ke perairan setelah dibudidaya, baru kemudian diekspor. Tetapi yang terjadi tidak seperti itu," jelas dia.

Baca juga: Saat NU dan Muhammadiyah Kompak Minta Ekspor Benih Lobster Dihentikan

Menurut dia, seharusnya kewenangan penerbitan SKAB itu diberikan ke pemerintah provinsi sehingga bisa dilakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap daerah-daerah penghasil lobster.

Selain itu, jika kewenangan itu diberikan ke pemerintah provinsi maka akan selaras dengan kebijakan lainnya seperti kewenangan mengeluarkan izin lokasi budidaya lobster dan penetapan lokasi pelepasliaran lobster yang kewenangannya ada di pemerintah provinsi.

Temuan KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas penunjukkan perusahan logistik tertentu, terkait dugaan monopoli dalam ekspor benih lobster atau benur.

Juru bicara sekaligus Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan bahwa pihaknya terus menelaah dugaan monopoli perusahaan jasa pengangkutan dan pengiriman (freight forwarding) ekspor benih lobster yang turut menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus tersebut.

Baca juga: Ini Temuan KPPU Soal Kejanggalan Monopoli Ekspor Benih Lobster di KKP

"Setelah kami telaah, kami melakukan advokasi kepada pemerintah dan kami pastikan dari pemerintah tidak ada kebijakan atau regulasi yang membuat penunjukan pelaku usaha tertentu untuk jasa pengiriman logistik," kata Guntur.

Guntur menjelaskan bahwa tidak ada temuan dugaan pelanggaran terkait izin ekspor yang diberikan KKP. Namun, KPPU menemukan indikasi monopoli dalam layanan jasa pengiriman ekspor benih lobster.

Dugaan pelanggaran tersebut dilatarbelakangi oleh jasa layanan yang dianggap tidak efisien karena eksportasi hanya dilakukan melalui satu pintu keluar, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Padahal, benih lobster didatangkan dari sejumlah daerah, seperti Sumatra Utara dan NTB. Selain itu, eksportir juga harus menanggung risiko membawa benih lobster yang tergolong sebagai benda hidup, sehingga kedekatan asal benih dan pintu bandara sepatutnya dipertimbangkan.

Baca juga: Kiara Minta Menteri Pengganti Edhy Prabowo Cabut Aturan Ekspor Benih Lobster

Kemudian, KPPU juga menilai harga pengiriman ekspor benih yang terbilang tinggi, yakni Rp 1.800 per benih, atau di atas rata-rata harga normal.

"Seharusnya hukum pasar terjadi. Ketika pelaku usaha tertentu menawarkan jasa yang begitu mahal, harusnya hukum pasar berlaku. Si penerima jasa bisa memilih ke pelaku usaha yang lain. Ini aneh, sudah mahal tapi tetap ke pelaku usaha itu saja," kata Guntur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com