Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Nabung Biaya Pendidikan Anak Tak Tercapai, Apa yang Salah?

Kompas.com - 06/12/2020, 10:03 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

KOMPAS.com - Pendidikan merupakan satu hal yang harus dipersiapkan sebaik mungkin oleh para orangtua untuk anak. Jika salah langkah, maka sama saja mempertaruhkan masa depan anak.

Sebagai orang tua, Anda pasti ingin yang terbaik untuk pendidikan anak. Mulai dari PAUD hingga menapaki kuliah di perguruan tinggi.

Pendidikan butuh biaya. Biaya pendidikan setiap tahun terus meningkat. Kisarannya rata-rata 10 persen per tahun, jauh melebihi inflasi tahunan.

Mau anaknya sekolah atau kuliah di tempat yang oke dan favorit, tentu saja biayanya juga mahal. Ada harga, ada kualitas. Begitulah kasarnya.

Tetapi faktanya, Anda sudah sedikit-sedikit menabung, mengumpulkan uang untuk biaya pendidikan anak dalam waktu lama, ternyata tidak mencapai target. Itu berarti ada kesalahan sehingga target tidak terpenuhi.

Berikut beberapa penyebab sehingga Anda tidak mampu mencapai target biaya pendidikan anak, seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Tidak cermat menghitung kenaikan biaya pendidikan

Pendidikan adalah investasi yang sangat mahal. Bagaimana tidak mahal? Wong biayanya bikin pusing tujuh keliling.

Dikutip dari laman resmi AIA Financial, rata-rata kenaikan biaya pendidikan di Indonesia mencapai 20 persen per tahun. Sementara biaya pendidikan perguruan tinggi swasta naik hingga 40 persen per tahunnya.

Semakin baik sistem pengajaran dan semakin lengkap fasilitas yang diberikan, makin mahal pula biaya pendidikannya.

Kenaikan biaya ini tentu harus diperhitungan dengan cermat oleh orangtua. Jika tidak tepat, sudah pasti meleset.

Misalnya uang pangkal kampus swasta A tahun 2020 sebesar Rp 20 juta, berarti dengan asumsi naik 40 persen per tahunnya, berarti Anda harus menyiapkan uang sebesar Rp 28 juta. Itu untuk uang pangkalnya saja, belum termasuk biaya per semester.

Sebab itu, cari tahu sebanyak-banyaknya informasi terbaru tentang biaya pendidikan anak dari tahun ke tahun, sehingga bisa mendapatkan gambaran secara utuh dan jelas.

2. Penempatan dananya tidak tepat

Kesalahan lain yang membuat anak gagal menempuh pendidikan layak, adalah kesalahan menempatkan dananya. Misalnya pada instrumen investasi, kalau salah, ya pasti mempengaruhi imbal hasilnya.

Umumnya orang menempatkan biaya pendidikan di tabungan berjangka atau tabungan pendidikan. Tetapi namanya produk simpanan, bunganya kecil sekitar 2-3 persen. Uang bukannya nambah, malah tergerus inflasi.

Oleh karena itu, simpan biaya pendidikanmu pada produk investasi, seperti reksadana, emas, maupun deposito. Reksadana dan emas, adalah instrumen investasi yang bisa dicairkan kapan saja.

Imbal hasilnya lumayan besar jika investasi dalam jangka panjang lebih dari 5 tahun. Contoh reksadana pasar uang, rata-rata keuntungan hingga 20 persen per tahun. Sedangkan emas sekitar 12 persen per tahun.

Sementara deposito mirip dengan tabungan. Bedanya ada jangka waktunya. Tidak bisa ditarik sesuka hati. Tetapi suku bunganya lebih tinggi dari tabungan, yakni sekitar 4-7 persen.

3. Tidak diversifikasi investasi

Kalau uang mau berkembang dan mencapai target pengumpulan dana, jangan hanya mendekap satu instrumen investasi. Pilih dua atau tiga.

Misalnya satu, investasi emas. Dua, investasi reksadana. Jadi kalau reksadana lagi turun kinerjanya, emas tetap stabil. Begitupula sebaliknya.

Atau deposito untuk biaya pendidikan anak pertama, dan investasi emas untuk anak kedua. Dengan begitu, ada diversifikasi. Tidak mengandalkan satu investasi saja.

Baca Juga: Menghitung Biaya Sekolah Anak dan Pilih Tabungan Pendidikan yang Tepat

4. Mengutak-atik biaya pendidikan

Kesalahan fatal berikutnya, yaitu mengutak atik biaya pendidikan anak yang sudah terkumpul. Ini kebiasaan jelek banyak orangtua. Mencampuradukkan uang.

Padahal dalam perencanaan keuangan, sudah jelas pos-pos anggarannya. Untuk biaya pendidikan sendiri, untuk dana darurat sendiri, untuk bayar utang dan kebutuhan makan pun dipisahkan.

Begitu ada keperluan mendesak, orangtua menarik uang dari pos biaya pendidikan. Contohnya menjual emas atau mencairkan reksadana. Seharusnya gunakan dana darurat.

Kalau Anda ‘gatel’ menggunakan biaya pendidikan anak, kapan bisa terkumpul sesuai target? Yang ada justru berkurang karena terus ditarik dananya.

5. Tidak menyisihkan uang dengan rutin

Biaya pendidikan bisa terkumpul sesuai target jika Anda komitmen dan disiplin menyisihkan uang. Dari gaji bulanan atau pendapatan harian, berapapun itu sisihkan.

Bila anak lebih dari satu, Anda dapat mengumpulkan masing-masing 10 persen dari penghasilan. Tetapi kalau hanya satu anak, sebaiknya 20 persen.

Setelah menerima gaji, langsung sisihkan untuk biaya pendidikan anak. Jangan menunggu dari sisa gaji. Dengan Anda rajin menyisihkan uang, maka kesempatan untuk mencapai target dana lebih besar.

Persiapkan Biaya Pendidikan Sejak Dini

Anda sebagai orangtua harus tahu kapan waktunya mengumpulkan biaya pendidikan anak. Begitu anak Anda lahir, langsung persiapkan.

Jangan menunggu anak Anda besar, itu sudah terlambat. Anda sendiri yang bakal pusing saat anak mulai masuk sekolah.

Mempersiapkan biaya pendidikan sejak dini dapat menghindari Anda dari utang yang nilainya bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah.

 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Kompas.com dengan Cermati.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab sepenuhnya Cermati.com

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com