Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Penggunaan Bea Materai Rp 10.000 yang Bakal Berlaku di 2021

Kompas.com - 08/12/2020, 08:03 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai telah disahkan DPR RI menjadi Undang-undang (RUU). Dalam UU baru itu, tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dihapus, dan dijadikan tarif tunggal Rp 10.000 (materai Rp 10.000).

"Sekarang UU bea meterai ini tarifnya hanya satu, Rp 10.000," kata kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Selasa (8/12/2020).

Bea materai baru tersebut akan mulai berlaku pada tahun 2021. Artinya, materai Rp 3.000 dan materai Rp 6.000 yang selama ini digunakan masyarakat luas sudah tak lagi dicetak negara selama masa transisi.

Penyesuaian kebijakan tarif baru mengenai bea meterai, dilakukan pemerintah untuk mengganti regulasi yang selama 34 tahun yang belum pernah mengalami perubahan.

Dengan kata lain, tarif bea materai belum pernah mengalami kenaikan sejak era Orde Baru atau tepatnya sejak tahun 1985.

Baca juga: Masih Bingung Perbedaan Materai 6000 dan Materai 3000?

Tarif bea materai lama, materai 3.000 dan materai 6.000 didasarkan atas tarif pemajakan atas dokumen dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Hal tersebut dilakukan guna menyesuaikan kebijakan pengenaan bea meterai dengan kondisi ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat, dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Kementerian Keuangan menyebut, adanya kenaikan bea materai jadi Rp 10.000 diperkirakan akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11 triliun di tahun 2021.

Adapun, penerimaan negara dari bea materai di tahun 2019, dengan adanya tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar materai, penerimaan negara hanya mencapai Rp 5 triliun.

Baca juga: Apa Sebenarnya Fungsi Materai 6000?

Pengenaan bea materai Rp 10.000 di tahun depan, bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, tapi juga akan berlaku untuk segala dokumen digital dan transaksi elektronik.

Selama ini pengenaan bea materai yang selama ini hanya berlaku pada dokumen berbentuk kertas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Berikut ini beberapa dokumen yang dikenakan bea meterai Rp 10.000:

  • Surat perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
  • Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
  • Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  • Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti saham, cek, bilyet giro, obligasi, sukuk, warrant, option, deposito, dan sejenisnya.
  • Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang

Baca juga: Sah, Mulai Tahun Depan Tarif Materai Jadi Rp 10.000

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia relatif lebih sederhana dan ringan dibandingkan negara lain. Bahkan tarif bea meterai di Korea Selatan bahkan bisa mencapai antara 100.000 hingga 350.000 won.

"Itu kalau dirupiahkan sekitar Rp 130.000 sampai Rp 4,5 juta. Di kita hanya Rp 10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," kata dia beberapa waktu lalu.

Selain itu menurutnya, kenaikan tarif tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura dan Australia. Apalagi jika dibandingkan dengan kenaikan PDB per kapita pada 20 tahun lalu.

"Seperti Singapura yang memberlakukan stamp duties, itu dari rentang satu sampai dua persen. Kalau negara lain juga menggunakan persentase rata-rata. Misalnya Australia 5,75 persen dan lain-lain," ungkap Yustinus.

Baca juga: Naik Mulai Tahun Depan, Selembar Materai Harus Ditebus Rp 10.000

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com