Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Jusuf Kalla Singgung Pengusaha Terkaya RI Berbisnis Rokok

Kompas.com - 09/12/2020, 11:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, menyoroti keunikan bisnis orang-orang terkaya di Indonesia.

Bagaimana tidak? Orang terkaya di Indonesia miliki bisnis rokok, yang notabene berbeda dengan orang terkaya di negara lain. Sebut saja Amerika Serikat dengan bisnis di bidang IT-nya, yakni platform belanja online Amazon, atau India dengan bisnis energinya.

Begitu juga Jepang dengan bisnis perbankan maupun modal ventura, sebut saja Softbank.

Baca juga: Nadine Chandrawinata: Selain Plastik, Sampah Puntung Rokok Juga Banyak Ditemukan di Laut

"Orang paling kaya (nomor) 1,2, dan 3 itu pengusaha rokok. Di mana di dunia yang begitu? Enggak ada," kata Jusuf Kalla dalam seminar internasional Bisnis, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi INDEF secara virtual, Rabu (9/12/2020).

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu menyimpulkan, orang Indonesia punya keberanian. Padahal dalam setiap iklan rokok selalu dicantumkan bahaya mengonsumsi rokok, utamanya masalah-masalah kesehatan.

"Berarti orang Indonesia itu berani-berani, karena walaupun di bungkusan rokok disebut bisa menyebabkan kanker, atau bisa menyebabkan kematian, tetap saja rokok itu maju. Jadi orang Indonesia berani walaupun diancam dengan kanker, dia tidak peduli," seloroh JK.

Dia pun bercanda, merasa gagal dan bersalah karena tidak bisa mengurangi dominasi rokok saat dua kali menjabat jadi Wapres.

Meski pajaknya dinaikkan berkali-kali, menurunkan tingkat konsumsi rokok tidak berhasil karena banyak sekali pendukungnya, termasuk orang-orang dalam pemerintahan.

"Ini juga tentu saya ikut bersalah, ya, dua kali jadi Wapres, walaupun saya dalam kondisi dua kali kabinet itu berusaha mengupayakan agar rokok dikurangi," selorohnya.

Tak Hanya Bergantung Rokok

Lebih lanjut dia bilang, pandemi Covid-19 memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang tak melulu bergantung pada rokok.

Menurut pria yang akrab disapa JK itu, ekonomi tidak bisa sustainable bila terus bergantung pada rokok. Setiap lini bisnis perlu melakukan inovasi teknologi agar semakin efisien.

Baca juga: "Satu Butir Telur Itu Ekuivalen dengan Dua Batang Rokok..."

Pandemi Covid-19 membuat akselerasi digital menjadi lebih cepat, orang-orang dipaksa untuk beradaptasi pada pola kehidupan baru, mulai dari pertemuan online hingga belanja kebutuhan melalui e-commerce.

"Misalnya kalau hanya ekspor ore (nikel ore), maka tentu nilai tambahnya sangat kecil. Apabila kita bicara bagaimana meningkatkan sustainability dari ekonomi, ekonomi kita maju dan berkembang terus menerus, maka bagaimana kita mengkapitalisasi kekayaan alam menjadi suatu kemampuan dengan inovasi-inovasi yang lebih baik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com