JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana mengandalkan financial technology atau fintech sebagai kunci pengembangan ekonomi syariah nasional. Namun, hal tersebut diproyeksi akan menghadapi berbagai tantangan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, peluang untuk meningkatkan fintech syariah masih sangat besar. Pasalnya, porsi dari pembiayaan atau pendanaan fintech syariah masih jauh lebih kecil dibanding fintech konvensional.
"Tapi itu bagus. Berarti peluangnya ke depan masih besar," katanya dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (16/12/2020).
Baca juga: Fintech Syariah Jadi Kunci Pengembangan Ekonomi Syariah
Akan tetapi, dalam pengembangan ekosistem fintech syariah tersebut, akan menghadapi berbagai tantangan yang perlu dilewati.
Misal saja, terkait aksebilitas pendanaan fintech yang masih terpusat di Pulau Jawa. Ini mempersulit masyarakat di luar Pulau Jawa untuk mendapatkan pendanaan dari fintech, baik bersifat p2p lending atau crowdfunding.
"Dari data OJK, hanya 14 persen dari total pinjaman ke luar Pulau Jawa," ujar Bhima.
Kemudian, Bhima juga menyoroti masih rendahnya pembiayaan fintech yang bersifat produktif. Sebagian besar debitur melakukan pinjaman bersifat konsumtif, sehingga fintech lebih tertarik untuk memfasilitasi hal tersebut.
Oleh karenanya, para pelaku industri halal dinilai perlu untuk meningkatkan kualitas credit score-nya, sehingga fintech memiliki keinginan menambah porsi pinjaman produktif.
"Model-model ini yang akan menjadi rencana ke depan," ucapnya.
Baca juga: Awali Legal Merger, 3 Bank Syariah BUMN Tandatangani Akta Penggabungan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.