JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan yang mewajibkan memiliki rapid test antigen bagi calon penumpang kendaraan umum memberatkan sebagian pihak.
Salah satunya perusahaan bus yang mengaku mengalami kerugian akibat syarat tersebut.
Calon pembeli membatalkan tiket perjalanan mereka setelah aturan tersebut dikeluarkan.
Namun, dikhawatirkan jumlah pengguna kendaraan pribadi yang keluar-masuk wilayah yang memberlakukan aturan itu justru meningkat.
Sebab, aturan ini tidak mewajibkan pengguna kendaraan pelat hitam juga memiliki hasil rapid test antigen.
Artikel soal rapid test antigen mendominasi daftar berita populer di kanal Money Kompas.com.
Berikut rangkuman lima berita tersebut.
Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) menyatakan, banyak calon penumpang bus pariwisata membatalkan perjalanan setelah sejumlah pemerintah provinsi mengumumkan masyarakat wajib menyertakan hasil rapid test antigen untuk masuk atau keluar daerah tersebut.
Ketua Umum IPOMI Kurnia Lesani Adnan mengatakan, pembatalan tersebut dilakukan oleh calon penumpang PO bus dari berbagai rute, mulai dari Jakarta-Jawa Barat hingga Jawa Tengah-Bali.
"Sampai kemarin saja, masyarakat yang sudah booking bus pariwisata untuk bulan Desember, sudah membatalkan rencana perjalanannya ke masing-masing PO," kata Sani kepada Kompas.com, Kamis (17/12/2020).
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap semua anggota IPOMI, PO bus telah merugi hingga Rp 35 miliar akibat adanya pembatalan tersebut.
Selengkapnya bisa dibaca di sini.
PT Angkasa Pura II (Persero) menyediakan layanan PCR test dan rapid test antigen di bandara-bandara yang dikelola.
Kedua layanan tersebut bisa didapatkan di Airport Health Center.
Aiport Health Center di bandara PT Angkasa Pura II dioperasikan oleh Farmalab yang merupakan anak usaha dari PT Indofarma Tbk.