Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Tegaskan Bea Meterai Elektronik Belum Berlaku 1 Januari

Kompas.com - 21/12/2020, 18:13 WIB
Mutia Fauzia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut buka suara terkait riuhnya pembahasan masyarakat mengenai bea meterai elektronik, terutama yang bersangkutan dengan transaksi saham.

Bendahara Negara itu menjelaskan aturan terkait bea meterai untuk dokumen elektronik belum berlaku pada 1 Januari 2021.

Sebab, pihak otoritas fiskal masih melakukan persiapan baik dari sisi infrastruktur hingga penyesuaian pemberlakuan kebijakan.

Baca juga: Pada 2021, Tarif Baru Meterai Berlaku dan Cukai Rokok Naik 12,5 Persen

"Distribusi dan infrastruktur penjualan yang harus diperlukan persiapan dan ini 1 Januari belum akan diberlakukan karena persiapan butuh beberapa waktu," jelas Sri Mulyani dalam paparan APBN KiTa, Senin (21/12/2020).

Selain itu Sri Mulyani menjelaskan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih menyusun aturan turunan dari UU Nomor 10 tahun 2020 yang mengatur mengenai Bea Meterai.

Aturan turunan itu nantinya akan mempertimbangkan minat masyarakat untuk berinvestasi yang sedang meningkat, juga mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang saat ini tengah melakukan pendalaman di sektot keuangan termasuk melalui instrumen surat berharga dan saham.

"Pemerintah mempertimbangkan batas kewajaran nilai di dokumen dan di dalam UU ini juga memperhatikan kemampuan masyarakat," jelas Sri Mulyani.

"Jadi dalam hal ini masyarakat tidak perlu harus bereaksi apalagi banyak hal menyampaikan di berbagai channel yang bahkan sudah dengan ekspresi macam-macam," ujar dia.

Baca juga: Ini Klarifikasi Ditjen Pajak soal Transaksi di Bursa Kena Bea Meterai Rp 10.000

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sempat menjelaskan nantinya teknik pembayaran meterai untuk transaksi dan dokumen digital pada tahun 2021 seperti membayar pulsa.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi menjelaskan, nantinya ada code generator yang dibuat sistem dan didistribusikan melalui sistem saluran atau channeling.

Di dalam sistem saluran tersebut nantinya dibuat sebuah akun e-wallet yang berisi total nilai meterai yang dibayar.

Hingga saat ini, ada empat sistem saluran yang sedang dikembangkan oleh DJP.

Pertama, pembayaran meterai elektronik atau e-meterai menggunakan semua saluran elektronik yang memuat dokumen elektronik.

Baca juga: Fakta soal Meterai Rp 10.000, Ini yang Perlu Diketahui

"Dokumen elektronik otomatis akan ditera berdasarkan dokumen yang dibuat berdasarkan kriteria (yang telah ditentukan)," jelas Iwan ketika memberikan paparan dalam media briefing, Rabu (30/9/2020).

Sistem yang lain adalah pemeteraian dokumen fisik, tetapi secara elektronik. Dengan wallet yang sama, dokumen fisik bisa dimasukkan ke sistem dan ditera meterai elektronik.

"Ketiga, sistem upload. Upload ke 1 portal tertentu, lalu di-print lagi sudah ada meterai elektronik," jelas Iwan.

Yang terakhir, DJP sedang mengembangkan sistem meterai tempel, tetapi bisa dicetak oleh merchant dengan sistem tertentu dan kertas tertentu.

Cara pembayarannya dengan e-wallet yang sebelumnya sudah dijelaskan.

"Ini lebih efisien," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com