Karena itu, saya berharap pemerintah, khususnya Presiden, legawa mendengarkan opini kedua (second opinion) yang berbasis ilmiah. Legawa mengkaji ulang jalan mana yang terbaik, karena pandemi ini masalah bersama.
Ke-legawa-an di atas menjadi sangat penting dalam soal vaksinasi. Kenapa? Karena vaksin adalah harapan terbaik dunia untuk mengalahkan pandemi.
Bagi perekonomian Indonesia, vaksin juga harapan terbaik untuk pemulihan konsumsi rumah tangga, investasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Pak Jokowi, Saatnya Berpihak kepada Wong Cilik…
Kita tahu, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi itu sangat erat hubungannya. Selama pandemi, ekonomi terkontraksi karena konsumsi tumbuh negatif.
Konsumsi terkontraksi karena rumah tangga atas dan menengah belum percaya diri. Mereka menahan pergerakan fisik dan daya belinya.
Padahal, rumah tangga atas itu menyumbang 45,36 persen konsumsi pada 2019. Sumbangan kelas menengah 36,93 persen dan bawah 17,71 persen.
Di sisi lain, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) banyak tergantung kelas atas dan menengah sebagai pebisnis atau investor. Namun, mereka menahan dananya karena investasi pada saat pandemi masih tinggi risikonya.
Vaksinasi bisa memulihkan kepercayaan diri mereka, sehingga konsumsi dan investasinya pulih kembali. Karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk memilih jalan vaksinasi yang terbaik. Kata kuncinya adalah standar ilmiah dunia.
Saat ini, dua vaksin yang sudah memenuhi standar ilmiah dunia adalah Pfizer/BioNTech dan Moderna. Negara yang membeli vaksin Pfizer/BioNTech juga sudah memulai vaksinasi.
Selain Inggris, AS, dan Uni Eropa, pada 24 Desember 2020 juga ada Mexico, Chile, dan Kosta Rika yang telah memulai vaksinasi.
Menyusul, Singapura akan melakukan vaksinasi pada 30 Desember 2020. Beberapa pekan ke depan, beberapa negara juga akan melakukannya dengan vaksin Moderna.
Sejak 6 Desember 2020, Indonesia sudah mempunyai stok 1,2 juta dosis vaksin Sinovac, yang disebut CoronaVac. Indonesia memang mengandalkan CoronaVac.
Masalahnya, data tentang efikasi, keamanan, dan efek samping CoronaVac berdasarkan uji klinis fase 3 masih belum diumumkan oleh Sinovac. Berita yang muncul justru secara ilmiah membingungkan.
Baca juga: Mimpi Vaksin Covid-19 Segera
Sebagai contoh, efikasi CoronaVac dilaporkan 50-90 persen di Brasil dan 91,25 persen di Turki. Jadi selang 95 persen confidence interval (95% CI) dari efikasi CoronaVac terlihat sangat lebar.
Di sisi lain, data Turki diperoleh hanya dari 1.332 peserta uji klinis. Jumlah ini relatif sedikit. Adapun di São Paulo, Brazil, jumlah pesertanya disebut 9.000, terakhir 13.000. Di Indonesia, pesertanya hanya 1.620.