Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Sambut N219, Kedaulatan Wilayah Udara untuk Mendukung Penguatan Industri Dirgantara

Kompas.com - 30/12/2020, 21:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEDAULATAN negara di udara adalah komplit dan eksklusif seperti yang tercantum dalam Konvensi Chicago tahun 1944. Dalam konteks ini maka Indonesia berhadapan setidaknya pada 2 hal yang sangat prinsip sifatnya.

Yang pertama adalah mengacu kepada Prof Dr Saefullah Wiradipradja yaitu tentang wilayah udara teritorial Republik Indonesia yang belum dicantumkan dalam UUD 1945 sebagai wilayah kedaulatan Republik Indonesia . walau sudah di amandemen 4 kali.

Berikutnya adalah masih ada wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia yang otoritas pengelolaannya tidak berada ditangan pemerintah Indonesia. Merujuk kepada 2 hal yang sangat prinsip ini, maka kita akan selalu kesulitan apabila membahas apapun yang berkait dengan kedaulatan negara di udara.

Eksistensi dan martabat sebuah negara berhubungan erat dengan sejauh mana negara itu dapat menentukan dengan tegas dan jelas serta mampu untuk menjaga dan memelihara wilayah kedaulatannya. Dalam hal kedaulatan negara di udara maka dapat dikatakan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya berdaulat.

Penyebabnya adalah masih ada wilayah udara yang cukup luas dan bahkan berlokasi pada kawasan yang sangat strategis karena merupakan tempat dari pusat lalulintas perdagangan tersibuk kedua di dunia. Lokasi itu bahkan merupakan kawasan kritis karena berhubungan langsung dengan garis perbatasan beberapa negara lain dan hingga kini kita belum atau tidak menguasainya.

Sementara itu di tingkat global perkembangan strategis yang masih menghantui banyak negara adalah international terorism yang ditandai dengan tragedi 911 pada tahun 2001.

Baca juga: Industri Dirgantara Eropa Makin Tertinggal dari AS dan China

Ketika itu Amerika Serikat mengevaluasi sistem pertahanan keamanan negaranya yang ternyata dapat di bobol oleh kelompok teroris internasional dengan menggunakan Commercial Civil Aviation. Simbol simbol dari martabat dan kedaulatan negara Amerika Serikat berhasil ditembus melalui udara oleh para teroris.

Hasil investigasi tragedi 911 telah menyimpulkan tentang kebutuhan institusi baru dalam struktur pemerintahan Amerika Serikat untuk menangani permasalahan National Security. Institusi baru yang harus dibentuk dalam kerangka mengantisipasi agar serangan teroris internasional terhadap jantung pemerintahan dan perdagangan AS tidak terulang kembali.

Pemerintah Amerika kemudian membentuk yang disebut sebagai Department of Homeland Security. Tidak berhenti disitu, Amerika Serikat juga membentuk badan pengamanan transportasi baru yang dikenal dengan nama Transportation Security Administration (TSA).

Langkah ini pun diikuti dengan peningkatan pengawasan dari mekanisme pengelolaan bagi lalu lintas udara atau air traffic baik sipil maupun militer (Civil Military Air Traffic Flow Management System).

Itulah tiga langkah cepat yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat segera setelah selesai melakukan evaluasi dan investigasi awal terhadap tragedi 911 di tahun 2001.

Kerawanan dari perkembangan teknologi yang sangat cepat tentu saja tidak akan berhenti pada penggunaan civil commercial aviation oleh para teroris. Maraknya penggunaan drone misalnya, dalam berbagai kemampuan canggih belakangan ini tidak dapat dianggap enteng begitu saja.

Gangguan terhadap beberapa rute penerbangan telah terjadi beberapa kali di Indonesia, pada jalur-jalur airways tertentu. Sementara regulasi belum cukup untuk dapat mengantisipasi penggunaan drone dalam penyebarannya di banyak lokasi. Ini telah membuat orang terlihat bebas menggunakan drone pada ketinggian yang rawan mengganggu lalu lintas udara.

Lebih dari itu, Cyber world dalam ujud UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau populer disebut drone secara pelahan dan pasti akan bertahap bertebaran di angkasa mana saja dan sesuai dengan niat dan kehendak dari mereka yang berkepentingan di belakangnya.

Drone yang diiringi dengan pengembangan artificial inteligent (AI) telah berkembang sangat luas termasuk spionase, sabotase, dan terorisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com