Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agit Bangun Bisnis Sepatu, dari Sekadar Hobi Jadi Mendunia

Kompas.com - 01/01/2021, 19:24 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Agit Bambang Suswanto adalah pendiri dan owner Amble Footwear, sebuah merek dengan lini produk sepatu kulit dan apparel 100 persen asli Indonesia.

Pria asli Bandung itu merintis usahanya sejak tahun 2009, ketika dia masih kuliah semester III jurusan manajemen di salah satu universitas swasta. Agit membuktikan, kuliah manajemen bisa menggeluti bisnis di sektor ekonomi kreatif.

Agit, sapaan akrabnya, berkisah, ide jualan sepatu muncul ketika dia menerima uang saku dari beasiswa kuliah Rp 1,5 juta per bulan. Karena banyak kebutuhan, Agit segera memboyong uang itu ke Cibaduyut, yang dikenal sebagai pusat pembuatan sepatu di Bandung.

Baca juga: Berkat Sepatu Berbahan Ceker Ayam, Nurman Bisa Raup Omzet Rp 150 Juta

Di Cibaduyut, Agit memesan 13 pasang sepatu. Desainnya dia tentukan sendiri, mengingat Agit cinta sepatu kulit. Sayang, kecintaannya tak sampai jadi kolektor, lantaran merek sepatu luar negeri favoritnya seperti Dockmart dan Clarks dibanderol dengan harga fantastis.

"Saya kepikiran buat bisa bikin sendiri, develop (mengembangkan) sendiri, dan untuk dijual. Karena Bandung, kan, salah satunya punya sentra sepatu, kayaknya bisa dicoba untuk develop sepatu sendiri," cerita Agit saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/1/2021).

Dulu, eksistensi media sosial seperti Instagram dan Youtube tidak sepesat saat ini. Agit memilih forum Kaskus sebagai lapak dagang.

Berhubung di forum itu belum banyak yang menjual sepatu berdesain premium dengan harga yang ramah kantong. Sekalipun ada, paling-paling hanya sepatu KW dan bekas. Harga yang ditawarkan mulai Rp 175.000 hingga Rp 275.000.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Belum tiga hari, sepatunya ludes terjual. Begitupun ketika dia menambah basis pelanggannya di kampus. Sepatu kulit buatannya disambut baik oleh teman-teman sepermainan dan kerabat.

Permintaan datang

Makin hari, sepatu Amble makin diminati. Tantangan Agit bukan lagi soal demand atau basis pelanggan, tapi inovasi dan kapasitas produksinya.

Cibaduyut yang menjadi titik awal produksi, rasanya sudah tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Sepahaman Agit, pengrajin di Cibaduyut kesulitan mengikuti sistem produksi yang terintegrasi.

Agit yang ingin mengembangkan bisnis lebih besar tidak bisa lagi menggunakan cara-cara konvensional, sudah mesti biayanya lebih tinggi.

Dia berpikir untuk merekrut beberapa orang dan membuat workshop hingga tahun 2015, sebelum akhirnya mengandalkan partner lain untuk meningkatkan produksi. Agit menyuplai hasil produksi ke beberapa retailer.

"Dari situ sudah lumayan cukup jalan kapasitasnya, akhirnya di-handle tim lain yang mengandalkan partner," papar Agit.

Untuk meningkatkan permintaan, dia mengumpulkan testimoni dari para pelanggan. Testimoni itu disematkannya ke forum jual beli agar orang-orang yakin bahwa Amble adalah penjual tepercaya. Dia juga mengandalkan jejaring Twitter.

Bukan cuma testimoni, Agit nampaknya begitu perfeksionis jika soal foto produk. Meski lulusan manajemen, dia belajar banyak dari temannya yang notabene mahasiswa jurusan desain komunikasi visual dan fotografer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com