Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton. Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.
Baca juga: Mentan Klaim Impor Pangan Turun 10 Persen di 2020
"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujar dia.
Diberitakan Harian Kompas, 3 Februari 2014, kedelai impor sempat jadi polemik lantaran harga dari importir melambung tinggi.
Saat itu, para perajin kedelai juga sempat melakukan aksi mogok produksi dan menuntut pemerintah segera menyelesaikan tingginya harga kedelai impor asal Amerika Serikat.
Bahkan, Gabungan Koperasi Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menyebut penyebab melonjaknya harga kedelai impor karena permainan kartel.
Baca juga: AS Naikkan Tarif Impor Wine hingga Suku Cadang Pesawat Asal Uni Eropa
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifudin mengatakan, kedelai impor yang dibeli adalah kedelai kualitas pertama dengan harga sampai gudang kedelai Bulog Rp 8.200 per kilogram.
”Kami jual kepada para perajin tempe per kilogram Rp 8.300,” ucap dia saat itu. Menurut dia, sebelum ini para perajin tempe membeli kedelai impor kualitas kedua dengan harga yang lebih tinggi dari para importir nasional.
”Kalau dengan kedelai impor kualitas dua para perajin hanya bisa menghasilkan tempe 1,5 potong per kilogram kedelai, maka dengan kedelai impor kualitas pertama bisa dihasilkan 1,7 potong tempe per kilogram kedelai," ungkap dia.
(Sumber: KOMPAS.com/Yohana Artha Uly | Editor: Bambang P. Jatmiko)
Baca juga: Singapura dan Malaysia Resmi Hentikan Proyek Kereta Cepat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.