Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaduh Kedelai Impor, Masalah Klasik yang Terus Berulang

Kompas.com - 04/01/2021, 12:12 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kedelai impor kembali menjadi polemik nasional. Ini terjadi setelah aksi mogok perajin tahu dan tempe yang menuntut pemerintah menyelesaikan permasalahan melonjaknya harga kedelai impor.

Data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai impor melonjak dari kisaran Rp 6.000 per kg menjadi sekitar Rp 9.500 per kg.

Masalah kedelai impor sebenarnya bukan hal baru dan sudah lama terjadi. Diberitakan Harian Kompas, 3 Februari 2014, kedelai impor sempat jadi polemik di Tanah Air lantaran harga dari importir melambung tinggi. 

Saat itu, para perajin kedelai juga sempat melakukan aksi mogok produksi dan menuntut pemerintah segera menyelesaikan tingginya harga kedelai impor asal Amerika Serikat.

Baca juga: Janji Jokowi Bawa RI Swasembada Kedelai dalam 3 Tahun dan Realisasinya

Bahkan, Gabungan Koperasi Tempe Tahu Indonesia menyebut penyebab melonjaknya harga kedelai impor karena permainan kartel. 

Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifudin mengatakan, kedelai impor yang dibeli adalah kedelai kualitas pertama dengan harga sampai gudang kedelai Bulog Rp 8.200 per kilogram.

”Kami jual kepada para perajin tempe per kilogram Rp 8.300,” ucap dia saat itu. Menurut dia, sebelum ini para perajin tempe membeli kedelai impor kualitas kedua dengan harga yang lebih tinggi dari para importir nasional.

”Kalau dengan kedelai impor kualitas dua para perajin hanya bisa menghasilkan tempe 1,5 potong per kilogram kedelai, maka dengan kedelai impor kualitas pertama bisa dihasilkan 1,7 potong tempe per kilogram kedelai," ungkap dia.

Baca juga: Kedelai Mahal, Ini Kata Kementan Soal Produksi Lokal

Swasembada kedelai dalam 3 tahun

Indonesia sendiri sebenarnya pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun 1992, ketika kebutuhan kedelai nasional terutama untuk kebutuhan tahu dan tempe masih bisa dipenuhi dari kedelai petani lokal.

Namun, seiring dengan meningkatnya konsumsi kedelai serta lahan tanam kedelai yang semakin berkurang, Indonesia perlahan bergantung pada kedelai impor.

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 7 November 2014, Presiden Joko Widodo menargetkan dalam tiga tahun pemerintahannya, Indonesia sudah melakukan swasembada pangan dalam hal padi, jagung, dan kedelai (pajale).

”Itu tidak boleh tidak. Saya sudah memberi target kepada Menteri Pertanian,” ujar Jokowi saat itu saat membuka Kompas100 CEO Forum di Jakarta.

Baca juga: Mengapa Indonesia Begitu Bergantung Pada Kedelai Impor dari AS?

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada akhir 2014 menggelontorkan anggaran besar untuk meningkatkan produksi pangan, termasuk untuk kedelai.

Pemerintahan Presiden Jokowi tak mau Indonesia, yang merupakan negara besar, kebutuhan pangan utama rakyatnya bergantung kepada negara lain.

Belajar dari kegagalan pemerintahan SBY-Boediono, pemerintahan Jokowi-JK melakukan berbagai langkah inovasi. Program subsidi benih, pupuk, dan obat-obatan tetap dijalankan. Hanya saja, mekanismenya tidak lagi melalui tender, tetapi penunjukan langsung.

Kementerian Pertanian bahkan mendapat alokasi dana dari pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 50 triliun. Selain untuk rehabilitasi jaringan irigasi, dana sebesar itu akan dimanfaatkan untuk bantuan benih, alat dan mesin pertanian, serta penanganan setelah panen.

Baca juga: Mengingat Lagi Janji Swasembada Kedelai di Periode Pertama Jokowi

Dana Rp 50 triliun yang berasal dari pengalihan subsidi BBM akan diberikan secara bertahap. Pada 2015, dikucurkan Rp 15 triliun untuk perbaikan jaringan irigasi 1 juta hektar.

Tahap selanjutnya, pada 2016 dan 2017, direhabilitasi lagi jaringan irigasi masing-masing 1 juta hektar dan 1,3 juta hektar. Dengan demikian, pada 2017, seluruh jaringan irigasi yang rusak seluas 3,3 juta hektar atau 52 persen selesai diperbaiki dengan total anggaran Rp 50 triliun.

Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan produksi kedelai sebesar 1,3 juta ton biji kering. Berdasarkan ARAM II BPS, produksi kedelai tahun 2014 akan mencapai 921.340 ton biji kering.

Untuk menutup kebutuhan kedelai dalam negeri, setiap tahun pemerintah mengimpor kedelai tidak kurang dari 2 juta ton.

Baca juga: Kemendag Sebut Stok Kedelai untuk Industri Tahu dan Tempe Cukup

Menurut data Kementan, ada 15 provinsi yang menjadi target penambahan areal tanam kedelai dalam negeri. Beberapa di antaranya adalah Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Lalu Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jambi, dan Sumatera Selatan. Daerah-daerah ini dinilai memiliki potensi yang besar untuk penanaman kedelai.

Selama ini, total luas areal tanam kedelai di seluruh Indonesia 600.000 hektar, dengan komposisi 60 persen terdapat di Pulau Jawa dan 40 persen di luar Pulau Jawa. Melalui penambahan seluas 340.000 hektar pada tahun ini, total luas areal lahan kedelai di Indonesia hampir mencapai 1 juta hektar.

Kembali jadi polemik

Di awal tahun 2021, polemik kedelai impor kembali mencuat. Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta memastikan para perajin tahu-tempe telah melakukan mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.

Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram.

Baca juga: China Bakal Kecualikan Kedelai dan Daging Babi AS dari Tarif Impor

"Perajin tempe-tahu alhamdulillah kompak untuk kebersamaan dan waktu mogok kompak selama 3 hari," ujar Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).

Menurutnya, Puskopti DKI Jakarta telah mengajukan tiga tuntutan para perajin tahu-tempe kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 

Pertama, meminta agar tata niaga kedelai di pegang pemerintah agar bisa menjaga stabilitas harga, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) tahu-tempe yang jumlahnya sangat besar.

Ini karena gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan para produsen tahu-tempe, serta bisa membebani keuntungan pedagang.

Baca juga: Apa Kabar Janji Jokowi Turunkan Harga Daging Sapi Jadi Rp 80.000 Per Kg?

Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.

Hal tersebut bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor. Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa diatur pemerintah

"Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.

Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton. Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.

"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujar dia.

Baca juga: Janji Jokowi Pertumbuhan Ekonomi Meroket 7 Persen dan Realisasinya pada 2015-2020

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Mandiri Capital Buka Program Pengembangan Bisnis untuk Startup Lokal

Mandiri Capital Buka Program Pengembangan Bisnis untuk Startup Lokal

Work Smart
Dana Darurat untuk Perbaikan Rumah Penting Dimiliki, Ini Penjelasannya

Dana Darurat untuk Perbaikan Rumah Penting Dimiliki, Ini Penjelasannya

Spend Smart
Ini Alasan Pamapersada 'Ramaikan' Bisnis Panas Bumi, Memasuki 'Senja Kala' Batu Bara

Ini Alasan Pamapersada "Ramaikan" Bisnis Panas Bumi, Memasuki "Senja Kala" Batu Bara

Whats New
Menteri Teten Pastikan Pemisahan TikTok Shop dengan TikTok Medsos Tak Rugikan 'Seller'

Menteri Teten Pastikan Pemisahan TikTok Shop dengan TikTok Medsos Tak Rugikan "Seller"

Whats New
Daftar 55 Kereta Api yang Mendapatkan Diskon Tiket di KAI Expo 2023

Daftar 55 Kereta Api yang Mendapatkan Diskon Tiket di KAI Expo 2023

Whats New
Bank DKI Sediakan Layanan Pembayaran Nontunai di RSUD Kebayoran Lama

Bank DKI Sediakan Layanan Pembayaran Nontunai di RSUD Kebayoran Lama

Whats New
Merger Damri dan PPD Berdampak Positif, Layani 464.978 Penumpang JR Connexion

Merger Damri dan PPD Berdampak Positif, Layani 464.978 Penumpang JR Connexion

Whats New
CEO Levi's Menyesal Tak Segera Pecat Pegawai yang Tak Kompeten, Kenapa?

CEO Levi's Menyesal Tak Segera Pecat Pegawai yang Tak Kompeten, Kenapa?

Work Smart
Kesiapan Finansial Jadi Kendala Pensiun untuk Generasi Sandwich, Ini Solusi Sun Life-CIMB Niaga

Kesiapan Finansial Jadi Kendala Pensiun untuk Generasi Sandwich, Ini Solusi Sun Life-CIMB Niaga

Whats New
Tiket Kereta Dijual Mulai Rp 50 Ribu di KAI Expo 2023, Ini Infonya

Tiket Kereta Dijual Mulai Rp 50 Ribu di KAI Expo 2023, Ini Infonya

Whats New
Menkop Teten: Pedagang Barang Impor di E-Commerce Harus Punya Dokumen Importasi

Menkop Teten: Pedagang Barang Impor di E-Commerce Harus Punya Dokumen Importasi

Whats New
Kementan Klaim Program 'Food Estate' Berjalan Baik dan Memberi Dampak Positif

Kementan Klaim Program "Food Estate" Berjalan Baik dan Memberi Dampak Positif

Whats New
'Seller E-Commerce' Wajib Penuhi Dokumen Importasi dan Sertifikat Halal Sebelum Jualan Produk Impor

"Seller E-Commerce" Wajib Penuhi Dokumen Importasi dan Sertifikat Halal Sebelum Jualan Produk Impor

Whats New
Tuntutan Hidup, Warga RI Diperkirakan Tetap Kerja Usai Pensiun, Bagaimana Menyiasatinya?

Tuntutan Hidup, Warga RI Diperkirakan Tetap Kerja Usai Pensiun, Bagaimana Menyiasatinya?

Whats New
Standardisasi dan Bukti Kepatuhan Hukum Pelindungan Data Pribadi

Standardisasi dan Bukti Kepatuhan Hukum Pelindungan Data Pribadi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com