Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hikmahanto Juwana
Akademisi

Guru Besar Hukum Internasional UI, Rektor Universitas Jenderal A Yani

Menjaga Daya Saing Indonesia sebagai Tempat Berinvestasi

Kompas.com - 05/01/2021, 15:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Penggodokan peraturan pelaksanaan atas Undang-undang Cipta Kerja diharapkan rampung pada awal Februari mendatang. UU Cipta Kerja sendiri bertujuan untuk menggairahkan investor baik di dalam maupun di luar negeri.

Banyak regulasi yang saling bertentangan di tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden bagai buah simalakama.

Meski saat ini sedang diajukan uji materi oleh beberapa elemen masyarakat, namun pemerintah tengah mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan baik di tingkat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.

Baca juga: LG Bakal Bangun Pabrik Baterai Listrik di RI, Nilai Investasi Capai Rp 142 Triliun

Pemerintah harus berani mengambil keputusan saat dihadapkan pada mana yang harus didahulukan antar-regulasi. Salah satu contoh apakah membangun galangan kapal yang kompetitif dari segi harga di Kawasan Ekonomi Khusus dan Free Trade Zone/Free Port Zone dengan tidak memberlakukan bea masuk anti perdagangan curang (trade remedies) atau membangun industri baja yang tangguh.

Terdapat dua rancangan Peraturan Pemerintah yang berpotensi mengundang masalah adalah RPP Kawasan Ekonomi Khusus dan RPP FTZ/FPZ.

Dalam kedua RPP tersebut disebutkan tidak diberlakukan pengenaan bea masuk, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan dan/atau bea masuk pembalasan di KEK dan FTZ/FPZ.

Ketentuan ini berpotensi bermasalah mengingat bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan dan/atau bea masuk pembalasan merupakan tindakan perlindungan bagi produk yang dihasilkan di dalam negeri (trade remedies) atas tindakan pelaku usaha dari luar negeri yang curang (unfair trade).

Bila hal ini tidak diberlakukan dalam kawasan KEK dan FTZ/FPZ maka penghukuman bagi pelaku usaha luar negeri tidak akan efektif. Di samping bagi pelaku usaha dalam negeri baik nasional maupun patungan hal ini menjadi disinsentif.

Pemerintah pun akan dipertanyakan komitmennya untuk menjaga dan merawat investor dalam negeri dan investor luar negeri yang telah lama berada di Indonesia.

Pengecualian di KEK dan FTZ/FPZ atas berbagai bea yang bertujuan bagi perlindungan produk yang dihasilkan di dalam negeri, bisa memperlemah Indonesia sebagai negara tempat berproduksi (production based). Ujungnya adalah pembukaan lapangan kerja akan terganggu.

Tak banyak disadari pengecualian di KEK dan FTZ/FPZ berimbas pada investor lokal maupun luar. Salah satunya, adalah industri perkapalan dan galangan di luar KEK dan FTZ//FPZ yang secara langsung kesulitan bersaing.

Tak hanya perusahaan produsen kapal swasta, BUMN di sektor ini yakni PT PAL pun terdampak.

Baca juga: Bappenas: Butuh Investasi Rp 5.900 Triliun untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen

Dalam kajian terhadap penerapan aturan FTZ yang dilakukan PT PAL tahun 2016, jelas terlihat adanya ketidakadilan yang terjadi akibat sistem perpajakan yang diterapkan.

Industri kapal di FTZ Batam cukup bayar pajak 1,5 persen-3 persen. Sementara pengusaha kapal dalam negeri di luar FTZ, harus menanggung pajak hingga 19 persen-30,5 persen. Ini jauh lebih mahal dibandingkan impor kapal yang hanya dikenai pajak sekitar 12,5 persen-17,5 persen.

Melihat fakta ini, mungkin ada pendapat mudah: “Kenapa tidak dipindah saja sentra kapal ke Batam semua?”

Sayang pemikiran itu sangat keliru karena mengesampingkan fakta industri kapal dan galangan di Indonesia kepulauan yang berkembang tak hanya di Batam.

Masalah lainnya, tentu saja ini yang seharusnya jadi perhatian pemerintah karena jika melihat RPP Kawasan Ekonomi Khusus UU Ciptaker tak ubahnya sekadar menyalin gula-gula FTZ yang selama ini menciptakan ketidakadilan.

Penulis melihat penerapan regulasi FTZ yang terlihat menjadi semangat RPP Kawasan Ekonomi Khusus bakal menyebabkan investor asing pun kebingungan dalam ketidakpastian regulasi.

Investor Asing

Salah satu investor luar negeri adalah Posco, perusahaan besi dan baja asal Korea Selatan yang berencana membenamkan sedikitnya Rp 42 triliun melalui kerjasama dengan BUMN PT Krakatau Steel sehingga melahirkan entitas baru PT Krakatau Posco.

Adanya regulasi di KEK dan FTZ/FPZ membuat PT Krakatau Posco mengajukan keberatan atas kebijakan pemerintah mengecualikan bea masuk dalam rangka trade remedies yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 (PP 10/2012).

Pertanyaan akan muncul, kenapa Krakatau Posco mengajukan keberatan?

Dalam penjelasan Pasal 14 disebutkan bahwa “Termasuk dalam pengertian bea masuk adalah bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan”.

Penjelasan yang terdapat dalam Pasal 14 ini sangat tidak tepat karena pengenaan bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan (trade remedies) tidak dapat diklasifikasikan sebagai bea masuk.

Upaya Krakatau Posco gagal karena ditolak Mahkamah Agung yang mengabaikan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perihal potensi kehilangan pendapatan negara per tahun akibat penerapan regulasi tersebut sebagai akibat membanjirnya impor baja dari China, Ukraina dan Singapura.

Perlu diketahui, baja impor murah yang menjadi bahan baku kapal itu yang membuat produksi kapal di luar KEK dan FTZ/FPZ menjadi susah bersaing.

Mudah saja, bagaimana produsen kapal di Surabaya, Jakarta atau wilayah lain bisa bersaing jika bahan bakunya saja sudah lebih mahal dibanding produsen kapal di Batam yang menjadi KEK dan FTZ/FPZ.

Padahal berdasarkan Pasal VI GATT 1994 salah satu bentuk perdagangan curang adalah Dumping. Dalam ayat (1) Pasal VI GATT 1994 didefinisikan Dumping sebagai, “… products of one country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry.”

Dalam menghadapi perdagangan curang, negara diperbolehkan membuat kebijakan yang merupakan Trade Remedies.

Trade Remedies adalah suatu kebijakan yang memungkinkan pemerintah suatu negara mengambil tindakan perbaikan terhadap impor dari pelaku usaha negara lain yang menyebabkan kerugian bagi industri domestik.

Baca juga: Auri Steel Investasi Rp 69 Miliar di Kawasan Industri Kendal

Dalam Explanatory Notes dari Agreement Establishing the WTO disebutkan bahwa, “The terms "country" or "countries" as used in this Agreement and the Multilateral Trade Agreements are to be understood to include any separate customs territory Member of the WTO.”

Intinya berdasarkan Explanatory Notes ini maka istilah Negara termasuk wilayah khusus dari negara anggota, di sini termasuk kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.

Sudah sepatutnya Pemerintah bijak dalam membuat berbagai rancangan peraturan pelaksanaan dari UU Citaker sehingga tidak menciderai tujuan dari UU Citaker karena akan membuat investor berpikir ulang tentang keberlangsungan bisnis mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com